Minggu, 03 Oktober 2010

Otot Terkuat dalam tubuh manusia

Menjadi sebuah ritual, sebelum tidur, entah siang hari atau malam hari, anak-anak pasti memintaku untuk membacakan cerita. Kali ini mereka membawa sebuah majalah bobo. Pada kolom “boleh tahu” ada beberapa info, salah satunya adalah info yang isinya “Otot terkuat dalam tubuh manusia adalah lidah”.

Si sulung yang berusia 5 1/2 tahun bertanya,”Maksudnya apa, Mi?”

“Maksudnya, dalam tubuh manusia itu terdapat begitu banyak otot-otot, ada otot tangan, otot kaki, otot leher dan masih banyak lagi. Nah diantara otot-otot itu, yang paling kuat adalah lidah.” jawabku

“Jadinya?” tanyanya lagi.

“Jadinya, yaaa…” sebelum aku menyelesaikan kalimatku, si sulung berbicara lagi,”Jadinya kalau ngomong lagi, ngomong lagi terus-terusan, tetep kuat?” tanyanya.

“Kira-kira seperti itu.” jawabku.

(Jadi nggak heran yaaa, kalau ada yang kuat ngobrol berjam-jam.)

….

Kupikir pembicaraanku dengannya masalah otot lidah , telah selesai. Keesokkan harinya, kembali si sulung membahasnya.

“Otot lidah kan yang paling kuat, Mi. Jadinya lidah bisa ngapain aja?” tanyanya.

(Wuaah, mungkin bagi si sulung pertanyaan ini pertanyaan mudah, tapi menjawabnya sungguh bukan hal yang mudah, karena demikian banyak aktivitas yang dapat dilakukan lidah.)

“Lidah dapat melakukan banyak hal. Lidah dapat melakukan hal-hal yang baik seperti membaca Al-Qur’an, berdzikir dan bicara yang baik-baik. Tapi lidah juga bisa melakukan banyak hal-hal buruk, seperti membantah orang tua, mengejek teman, bicara yang jelek-jelek dan masih banyak lagi.” jawabku

“Kenapa ya, Allah menciptakan Lidah jadi yang paling kuat? bukan tangan misalnya gitu, Mi?” tanyanya lagi

“Karena lidah banyak manfaatnya. Kalau mata cuma bisa untuk melihat, kuping untuk mendengar, tangan untuk memegang. Kalau lidah, biar kecil bisa melakukan banyak hal. Diciptakan lidah dengan otot yang kuat sebagai ujian bagi kita. Apakah kita dapat memanfaatkannya untuk yang baik atau untuk yang buruk. Lidah merupakan salah satu nikmat Allah yang sangat besar.” jawabku lagi.

Si sulung kelihatannya puas, kemudian meninggalkan aku ,yang selanjutnya termenung memikirkan apa saja yang baru kukatakan.

…..

Petunjuk Allah memang bisa datang dari mana saja. Obrolanku dengan si sulung membuatku mencari-cari lagi buku tentang bahaya lidah yang rasa-rasanya aku punya, tapi entah dimana. Tapi cukuplah, obrolan itu membuat aku, mantafakuri diri, betapa banyak hari-hari yang kulewati yang aku alpa dari bermuhasabah dan beristighfar akan banyaknya aktivitas lidahku yang tidak manfaat dan berpeluang menambah pundi-pundi dosa.

Padahal kita tahu, di sisi kanan kiri kita ada malaikat pencatat yang tidak melalaikan satu patah katapun yang keluar dari mulut kita. Jikapun malaikat itu tidak ada, sesungguhnya Allah Maha Melihat dan Maha Mendengar.

…..

Memang sulit “memanage” lidah. Alih-alih bersikap ramah dan ingin basa-basi, terkadang kita terjerembab dalam ghibah. Ketika bertemu kawan,misalnya. Awalnya ada pahala di situ. Ketika sang kawan mengucap salam, kita jawab. Kemudian ada hal yang baik, ketika kita saling bertanya kabar. Bertanya keadaan masing-masing. Setelah itu, biasanya obrolan berlanjut, kita mulai bicara yang tidak penting. Biasanya dari yang tidak penting ini, kita bicara “kesana-kemari” ujung-ujungnya ghibah.

Terkadang pula, sesama kawan, ceritanya ingin curhat, tapi kalau dipikir-pikir jadinya ghibah juga. Judulnya saja curhat, isinya ghibah.

Repotnya, kebanyakan dari kita (saya salahsatunya) sedikit paham, yang namanya ngomongin orang itu ghibah. Mengatakan sesuatu yang ada pada diri seseorang, dan orang tersebut tidak suka, namanya ghibah. Terus kalau kita bicara tentang seseorang yang tidak ada pada orang tersebut namanya fitnah. Tapi tetap saja dikerjakan.

….

Fenomena mengghibah bahkan memfitnah, seakan-akan menjadi tradisi tersendiri. Sepertinya sulit, menemukan arena yang kita bisa benar-benar free of ghibah dalam pergaulan keseharian kita. Jikapun, sekuat hati kita berusaha mengikuti anjuran Nabi SAW- agar jika tidak bisa berkata baik maka lebih baik diam- kita sering dihadapkan pada keadaan ketika lawan bicara kita tak kunjung berhenti dari mengghibah, dan kita tidak punya kekuatan untuk menghentikannya. Alasannya, nggak berani, nggak enak,…takut di bilang sok alim dsb. Padahal kita tahu, bahwa Allah berfirman “Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertanggungjawabannya.”(Al-Isra:36)

Padahal kita tahu, di makamah Allah nanti, kita bisa-bisa gigit jari, lantaran tak ada lagi sisa pahala yang kita punya. Penyebabnya, yaa ghibah, yang secara sadar dan tidak sadar kita lakukan. Besar pasak daripada tiang. Ibadah nggak optimal tapi ghibahnya optimal.

Ini pula yang disebut perniagaan yang merugikan. Karena pahala amal kebaikan kita akan ditransfer kepada orang yang jadi sasaran ghibah. Di sisi lain, orang yang jadi sasaran ghibah mendapat pahala tanpa melakukan apa-apa.

….

Mungkin perlu diadakan “Gerakan Indonesia Berhenti Mengghibah”. Kita ajak seluruh kaum muslimin dan muslimat untuk sekuat hati istiqomah tidak mengghibah untuk satu hari saja. Jadi tayangan-tayangan infotainment libur dulu.

Satu hari dalam sebulan. Satu hari dalam seminggu. Satu jam dalam sehari. Akhirnya di tiap detik dalam kehidupan kita

Siapa yang mau bikin? Saya daftar yaa…Harapannya adalah agar kita dapat memberi ruang berkembang yang lebih sehat kepada anak-anak kita. Memberi environment yang lebih kondufsif bagi anak-anak kita. Mewariskan tauladan yang baik kepada anak-anak kita. Mudah-mudahan Allah memberi keberkahan yang banyak kepada Indonesia dan penghuninya.

Mudah-mudahan kita semua dapat lebih aware dalam mengeluarkan kata-kata. Karena terkadang kita lebih dapat menahan kelebihan harta ketimbang menahan kelebihan bicara.

Semoga bermanfaat.




*copas dari blog sahabat

maaf, 85% yg saya tag disini ibu ibu dan akhwat2.. karena mayoritas dr penggosip itu dr kaum hawa. bukan bermaksud menyindir
(^__^)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar