Minggu, 03 Oktober 2010

Catatan kehidupan (1) : Mencabuti Bulu Ketiak di depan Umum..

Jangan merasa bau dulu, atau merasa jorok sebelum membaca catatan ini, meski judulnya bau banget, hhihihihihi...



Cerita yang bisa jadi lucu ini, adalah di antara sekian kisah yang penulis terima dari Baba penulis beberapa tahun silam saat penulis masih dalam tahap belajar dengan beliau. Sekali lagi, memang hanya sekedar kisah. Tetapi kisah apapun, selalu menyimpan pesan kehidupan.

Hanya tinggal kita, pendengar atau pembaca kisah, bisa tidak mengambil pesan yang tersirat di balik setiap kisah itu?

Seperti biasa, sebagai penghilang ketegangan belajar, Baba menyisipkan sebuah kisah pada kami yang mengundang tawa geli.

Diceritakan, suatu hari ada acara resepsi pernikahan salah satu putri pejabat penting. Dan pejabat tersebut punya kenalan akrab seorang Kyai. Bahkan keduanya adalah sahabat erat.

Seperti umumnya resepsi atau acara apapun di kalangan pejabat, ikhtilat, atau bercampur antara laki-laki dan perempuan adalah hal biasa yang tak asing. Meski tentu saja hal ini tidak lah dibenarkan secara syariat.

Berbeda dengan Kyai tadi yang pasti tentunya sangat asing dengan suasana resepsi bercampur seperti itu.

Alhasil, Pak Kyai diundang oleh pejabat yang jadi sahabatnya itu. Dan di tempat acara, Pak Kyai hadir dengan penuh rasa risih, dan rasa ingkar yang luar biasa. Kok kayak gini ini? Bagaimana sih? Laki-laki perempuan bercampur jadi satu.

Pak Kyai pun komplain pada sahabatnya, tetapi kali ini sahabatnya cuek saja. Merasa dicuekin, beliaupun mulai komplain sana-sini perihal resepsi yang menurutnya keluar dari tatanan syariat itu. Namun hasil komplain beliau nihil.

Akhirnya, dengan penuh rasa geram, beliau mengambil kursi dan duduk di tengah-tengah hadirin yang sedang asyik menikmati jamuan. Segera beliau melepas bajunya, dan mulai mencabuti bulu ketiak beliau di tengah hadirin sambil bersikap cuek sekali.

Tentu saja seketika terjadi kehebohan, pemilik acara, sang pejabat tadi tentu bingung dan menegur sahabatnya. "Pak Kyai, kok nggak sopan gini sih? Masa' cabutin bulu ketiak di acara gini?"

Dengan berang Pak Kyai segera menjawab, "Kamu ini yang aneh. Masih mending cabutin bulu ketiak, sunnah. Daripada ikhtilat campur baur kayak gitu, jelas haram". Pak Pejabat pun terdiam, dan tempat acara segera dipisah antara laki-laki dan perempuan.

@ @ @

Jika kita melihat dengan jeli dalam keseharian kita, banyak sekali saat ini hal-hal yang baik secara moral, atau hal-hal yang bahkan merupakan sunnah Nabi dan kewajiban syariat, yang kini terasa asing jika ada yang melakukannya.

Ironisnya, hal-hal yang dulu dianggap tabu, bahkan tercela dan sangat aib. Kini menjadi sangat biasa sekali. Seolah tak ada apa-apa.

Kalau ada orang mengajak pada kebaikan, kita melihat orang itu dengan penuh keheranan, bahkan risih, lebih parah lagi menolak. Melihat orang tidak punya pacar misalkan, dianggap sangat aneh.

Sebaliknya, sekarang mendengar muda-mudi berciuman, atau bahkan -ma'adzallah- lebih daripada itu, biasa-biasa saja, mungkin hanya bergidik sebentar, tetapi setelah itu hilang. Padahal dulu ketahuan berkirim surat cinta saja, aibnya sudah tidak ketulungan.

Entah, benar apa yang dikatakan Nabi S.a.w, bahwa agama ini datang dalam keadaan asing, dan akan jadi asing lagi seperti semula, meskipun di tengah pemeluknya sendiri. Maka beruntunglah orang-orang yang dipandang asing itu (Ghuroba')

Akhir catatan, saatnya mengkoreksi diri, apakah kita ini termasuk orang yang kerap memandang asing sebuah kebaikan, atau termasuk orang yang dianggap asing? Jika masuk yang pertama, maka perlu untuk membenahi diri, terutama hati. Dan jika masuk golongan kedua, bersyukurlah pada Allah serta tetap menetralkan hati dalam keikhlasan.

Semoga kita masuk golongan yang beruntung, golongan Pak Kyai pencabut bulu ketiak di depan umum tadi.. Hehehe.. Amin (^_^)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar