Sejarah
Ekonomi Islam 1
I.
Sejarah
Perekonomian Umat Islam pada Masa Awal Pemerintahan Rasulallahu SAW dan
Al-Khulafa Ar-Rasyidun
Bab 1 : Islam dan Perkembangan
Pemikiran Ekonomi
A. Islam Sebagai Sistem Hidup
(Way of Life)
Dalam
Islam, Prinsip utama dalam kehidupan adalah Allah SWT. Merupakan zat yang Maha
esa, satu-satunya Tuhan dan Pencipta seluruh alam semesta beserta isinya. Ia
adalah Subbuhun dan Quddusun, yakni bebas dari kekurangan, kelemahan, kesalahan
serta suci dan bersih dalam segala hal.
Sementara
itu manusia diciptakan dalam bentuk yang paling baik dan melaksanakan tugas
kekhalifahan dalam kerangka pengabdian kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman:
“Orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan
mereka dimuka bumi ini, nsicaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat,
menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang munkar ” [QS Al-Hajj
(22) : 41]
Ayat tersebut
menyatakan, mendirikan shalat merupakan refleksi hubungan yang baik dengan
Allah SWT, dan menunaikan zakat merupakan refleksi keharmonisan hubungan dengan
sesama manusia, sedangkan ma’ruf berkaitan dengan semua yang dianggap baik oleh
agama, akal, serta budaya dan munkar sebaliknya.
Untuk mencapai tujuan tersebut,
Allah SWT menurunkan Al-Qur’an sebagai
hidayah atas segala persoalan akidah. Syariah, dan akhlak. Akidah dan akhlak
merupakan dua komponenajaran islam yang
bersifat konstan/ tetap (tidak mengalami perubahan terkait tempat dan waktu),
sedangkan syariah senantiasa berubah sesuai kebutuhan dan taraf peradaban umat,
bersifat komprehensif (merangkum seluruh aspek kehidupan, ritual/ibadah maupun
sosial/muamalah) dan universal berarti syariah islam diterapkan dalam setiap waktu dan tempat
sampai yaum al-hisab nanti. Adapun untuk merespon perputaran zaman dan mengatur kehidupan
duniawi manusia secara terperinci, Allah SWT menganugerahi akal pikiran dalam
hal ini Nabi Muhammad SAW bersabda:
“kamu lebih mengetahui urusan keduniaanmu” (Riwayat
Muslim)
B. Kedudukan Akal dalam Islam
serta Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Dalam
pengertian islam, akal adalah daya berpikir yang terdapat dalam jiwa manusia,
yaitu daya memperoleh pengetahuan dengan memerhatiakn alam sekitar/semesta.
Dalam al-qur’an banyak terdapat anjuran, dorongan bahkan perintah agar manusia mempergunakan
akalnya, Allah SWT berfirman:
“Ini adalah sebuah kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah
supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran
orang-orang yang mempunyai pikiran” [QS. Shad (38): 29]
Rasulallahu Saw pun menyerahkan
berbagai urusan duniawi yang bersifat deail dan teknis kepada akal manusia.
Kedua
nash, tersebut menjelaskan bahwa akal memiliki kedudukan yang tinggi dan
penting dalam ajaran agama islam. Dan ini semua dapat mendorong kemajuan ilmu
pengetahuan, sebagai hasilnya muncul para cendikiawan di berbagai bidang
termasuk di ekonomi, pemikiran mereka sangat mendomisili peradaban dunia sejak abad VII hingga abad
XIII Masehi.
C. Sejarah Pemikiran Ekonomi
dalam Islam
Kontribusi
kaum muslim yang sangat besar terhadap
kelangsungan dan perkembangan pemikiran ekonomi dan peradaban dunia umunya,
telah diabaikan oleh para ilmuwan barat. Menurut Capra meski sebagian besar
kesalahan umat muslim dikarenakan tidak mengartikulasikan secara memadai kaum
muslim, tetap saja ilmuwan barat memiliki andil karena tidak memberikan
penghargaan yang layak bagi kemajuam manusia.
Ini
semua disebabkan ilmuwan barat tidak menyadari sejarah pengetahuan merupakan
suatu prosesn kesinambungan yang dibangun dengan fondasi yang diletakkan oleh
generasi sebelumnya. Menurut Capra, Schumpeter mungkin tidak akan mengasumsikan
adanya kesenjangan selama 500 tahun, dan mencoba menemukan fondasi diatas para
ilmuwan skolastik dan barat mendirikan bangunan intelektual mereka.
Meski
telah memberikan kontribusi yang besar, sebaliknya kaum muslimin tidak lupa
mengakui utang mereka kepada para ilmuwan Yunani, Persia, India, dan Cina. Hal
ini mengindikasikan inklusivitas para cendikiawan muslim masa lalu terhadap
berbagai ide pemikiran dunia luar selam tidak bertentangan dengan ajaran islam.
Dan berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Hadist Nabi, konsep dan teori ekonomi
islam merupakan respun para cendikiawan muslin terhadap tantangan ekonomi pada
waktu-waktu tertentu (Zaman). Dengan begitu pemikiran ekonomi islam seusia
islam itu sendiri.
Praktik
dan kebijakan ekonomi masa Rasulallahu dan Al-Khulafa Al-Rasyidun merupakan contoh empirisyang
menjadi pijakan cendikiawan muslim melahirkan teori-teori ekonominya. Fokus
perhatian mereka tertuju pada pemenuhan kebutuhan, keadilan, efisiensi,
pertumbuhan dan kebebasan yaitu objek utama yang menginspirasi pemikiran
ekonomiislam sejak awal. Berkenaan dengan hal itu, shiddiqi menguraikan sejarah
ekonomi islam dalam tiga fase, yaitu fase dasar-dasar ekonomi islam, fase
kemajuan dan fase stagnasi, sebagai berikut.
1. Fase Pertama
Merupakan
fase abad awal sampai dengan abad ke-5 Hijriyah/ abad masehi, yang dirintis
oleh para fukaha diikuti sufi dan kemudian oleh filosof. Awalnya pemikiran
mereka berasal dari orang yang berbeda,
namun kemudian hari para ahli harus memiliki dasar kemampuan dari ketiga
disiplin tersebut. Fokus fiqih adalah apa yang diturunkan syariah dan para
fukaha mendiskusikan fenomena ekonomi dengan mengacu pada al-qur’an dan hadist
Nabi, mereka mengeksplorasi konsep maslahah (utility) dan mafsadah (disutility)
terkait aktivitas ekonomi.
Pemikiran
terfokus pada apa manfaat sesuatu yang dianjurkan dan apa kerugian bila
melaksanakan apa yang dilarang agama. Pemaparan ekonomi para fukaha tersebut
mayoritas bersifat normatif dengan wawasan positif ketika berbicara tentang
perilaku yang adil, kebijakan yang baik, dan batasan-batasan yang diperbolehkan
berkaitan dengan permasalahan dunia. Sedangkan kontribusi utama tasawuf
terhadap pemikiran ekonomi adalah pada keajegannya mendorong kemitraan yang
saling menguntungkan, tidak rakus, dalam memanfaatkan kesempatan yang diberikan
Allah SWT, serta menoak penempatan tuntutan kekayaan dunia yang terlalu tinggi.
Tokoh-tokoh pemikir ekonomi islam pada fase pertama antara lain diwakili oleh :
a. Zaid bin Ali
(80-120 H/699-738 M)
adalah pengagas
awal penjualan suatu komoditi secara kredit dengan harga yang lebih tinggi dari
harga tunai.
b. Abu Hanifah
(80-150 H/699-767 M)
lebih dikenal
sebagai imam madzhab hukum yang sangat rasionalistis, Ia juga menggagas
keabsahan dan kesahihan hukum kontrak jual beli dengan apa yang dikenal dewasa
ini dengan bay’ al-salām dan al-murābah
c. Abu Yusuf
(113-182 H/731-798 M)
adalah seorang
hakim dan sahabat Abu Hanifah. Ia dikenal dengan panggilan jabatanya (akīm
al-Qadli H) Abu Yusuf Ya’qub Ibrahim dan dikenal perhatianya atas keuangan
umum serta perhatianya pada peran negara, pekerjaan umum, dan perkembangan
pertanian. Ia pun dikenal sebagai penulis
pertama buku perpajakan, yakni Kitab al-Kharaj. Karya ini berbeda dengan karya
Abu ‘Ubayd yang datang kemudian. Kitab ini, sebagaimana dinyatakan dalam
pengantarnya, ditulis atas permintaan dari penguasa pada zamanya, yakni Khalifah
Harun al-Rasyid, dengan tujuan untuk menghindari kedzaliman yang menimpa
rakyatnya serta mendatangkan kemaslahatan bagi penguasa. Oleh karena itu, buku
ini mencakup pembahasan sekitar jibayat al-kharaj, al-‘usyur, al-shadaqat wa
al-jawali (al-jizyah). Tulisan Abu Yusuf ini mempertegas bahwa ilmu ekonomi
adalah bagian tak terpisahkan dari seni dan menejemen pemerintahan dalam rangka
pelaksanaan amanat yang dibebankan rakyat kepada pemerintah untuk
mensejahterakan mereka. Dengan kata lain, tema sentral pemikiran ekonominya
menekankan pada tanggungjawab penguasa untuk mensejahterakan rakyatnya. Ia
adalah peletak dasar prinsip-prinsip perpajakan yang dikemudian hari “diambil”
oleh para ahli ekonomi sebagai canons of taxation. Sedangkan pemikiran
kontroversialnya ada pada pandanganya yang menentang pengendalian harga atau
tas’ir, yakni penetapan harga oleh penguasa. Sedangkan Ibn Taymiyyah
memperjelas secara lebih rinci dengan menyatakan bahwa tas’ir dapat dilakukan
pemerintah sebagai bentuk intervensi pemerintah dalam mekanisme pasar. Hanya
saja, ia mempertegas, kapan tas’ir dapat dilakukan oleh pemerintah dan kapan
tidak, dan bahkan kapan pemerintah wajib melakukanya.
d. Muhammad bin
Hasan Al-Syaibani (132-189 H/ 750-804 M)
Adalah salah satu rekan sejawat Abu
Yusuf dalam mazhab hanafiyah. Risalah kecilnya berjudul al- fi ar-Rizq
al-Mustathab membahas pendapatan dan belanja rumah tangga. Ia
mengklasifikasikan jenis pekerjaan kedalam empat hal, yakni ijarah
(sewa-menyewa), tijarah (perdagangan), zira’ah (Pertanian), Shina’ah
(Industri). Dan ia menilai pertanian adalah pekerjaan yang terbaik, meski
masyarakat arab pada masa itu lebih tertarik dengan perdagangan dan perniagaan.
Dalam risalah lain, yakni kitab
al-Asl, ia telah membahas masalah kerja sama usaha dan bagi hasil. Secara umum,
yang tercermin dari berbagai karyanya cenderung berkaitan dengan perilaku
ekonomi seorang muslim sebagi individu. Berbeda dengan Abu Yusuf cenderung berkaitan dengan perilaku pengusaha
dan kebijakan publik.
e. Ibnu Miskawaih
(w. 421 H/1030 M )
Pandangan Ibnu Miskawaih terkait
aktifitas ekonomi adalah tentang pertukaran dan peranan uang. Ia menyatakan manusia adalah makhluk sosial
dan tidak bisa hidup sendiri, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya manusia harus
bekerja sama dan saling membatu sesamanya. Oleh karena itu, mereka akan saling
mengambil dan memberi, dan konsekuensinya mereka menuntut kompensasi yang
pantas. Ia pun menegaskan logam yang dapat dijadikan sebagai mata uang adalah
logam yang dapat diterima secara universal melalui konvensi, yakni tahan lama,
mudah dibawa, tidak mudah rusak, dikehendaki orang dan fakta orang senang
melihatnya.
2. Fase Kedua
Dimulai
pada abad ke-11 sampai dengan abad ke-15 Masehi dikenal sebagai fase yang
cemerlang karena meninggalkan warisan intelektual yang sangat kaya. Pada zaman
ini para cendikiawan muslim mampu menyusun suatu konsep tentang bagaimana umat
melaksanakan ekonomi berandaskan al-qur’an dan hadist.Mereka pun menghadapi
realitas politik ditandai dua hal :
Pertama, Disintegrasi pusat
kekuasaan Bani Abbasiyah dan terbaginya bebeapa kekuatan regional mayoritas
didasarkan kekuatas (Power), ketimbang kehendak rakyat,
Kedua, Merebaknya korupsi
dikalangan penguasa, diiringi dekadensi moral kalangan masyarakat mengakibatkan
ketimpangan semakin besar antara si kaya dan si miskin.
Tokoh-tokoh pemikir ekonomi islam
pada fase ini, antara lain diwakili oleh :
a. Al-Ghazali
(451-505 H/ 1055/1111 M)
Fokus Al-Ghazali tertuju pada
perilaku individual, dibahas secara rinci merujuk pada al-qur’an, sunnah, Ijma
sahabat, dan tabi’in. Serta pandangan para sufi terdahulu, seperti junaid
al-baghdadi, Dzun Nun Al-Mishr dan Harits bin Asad al-Muhasibi. Menurutnya
memenuhi kebutuhan hidup sesuai dengan syariah islam merupakan kewajiban
beribadah kepada Allah SWT. Ia pun memiliki wawasan yang luas mengenai evaluasi
pasar dan peranan uang.
b. Ibnu Taimiyah
(728 H/1328 M)
Ibnu Taymiyyah
dalam kitabnya, al-Siyasat al-Syar’iyyah fi` Ishlah al-Ra’iy wa al-Ra’iyyah
menegaskan tugas, fungsi dan peran pemerintah sebagai pelaksana amanat untuk
kesejahteraan rakyat yang ia sebut ada al-amanat ila hliha. Pengelolaan negara
serta sumber-sumber pendapatanya menjadi bagian dari seni oleh negara
(al-siyasat l-syariyyah) pengertian al-siyasah al-dusturiyyah maupun al-siyasat
al-maliyyah (politik hukum publik dan privat). Sedangkan dalam karya lainya,
al-Hisbah fi al-Islam, lebih menekankan intervensi pemerintah dalam mekanisme
pasar; pengawasan pasar; hinga akuntansi yang erat kaitanya dengan sistem dan
prinsip zakat, pajak, dan jizyah. Dengan demikian, seperti halnya Abu ‘Ubayd,
nampaknya Ibn Taymiyyah mempunyai kerangka pikir yang sejalan dalam pendapat
yang menyatakan bahwa ekonomi syariah, baik sistem maupun hukumnya, merupakan
bagian tak terpisahkan dari sistem pemerintahan dan ketatanegaran.
c. Al-Maqrizi (845
H/1441 M)
Al-Maqrizi melakukan studi kasus
uang dan kenaikan harga yang terjadi secara periodik dalam keadaan kelaparan
dan kekeringan. Ia mengidentifikasi tiga sebab dari peristiwa ini yaitu,
korupsi dan administrasi yang buruk, beban pajak yang berat terhadap para
penggarap, dan kenaikan pasokan mata uang fulus. Emas dan perak merupakan
standart nilai yang telah ditentukan syariah. Dan fulus dapat diterima sebagai
mata uang jika dibatasi penggunaannya untuk transaksi berskala kecil.
3. Fase Ketiga
Dimulai pada tahun 1446 hingga 1932
masehi, merupakan fase tertutupnya pintu ijtihad, dikenal juga sebagai fase
stagnasi. Perkembangan pemikiran ekonomi Islam selama satu setengah
dekade terakhir menandai fase ketiga di mana banyak berisi upaya-upaya
praktikal-operasional bagi realisasi perbankan tanpa bunga, baik di
sektor publik maupun swasta. Bank-bank tanpa bunga banyak didirikan, baik
di negara-negara muslim maupun di negara-negara non muslim, misalnya di
Eropa dan Amerika. Dengan berbagai kelemahan dan kekurangan atas konsep bank
tanpa bunga yang digagas oleh para ekonom muslim –dan karenannya terus
disempurnakan- langkah ini menunjukkan kekuatan riil dan keniscayaan dari
sebuah teori keuangan tanpa bunga.
Bab 2 : Sistem Ekonomi dan Fiskal
pada Masa Pemerintahan Rasulallahu Saw.
A. Latar Belakang
Sebelum
islam datang, situasi kota Yatsrib sangat tidak menentu dikarenakan tidak
memiliki pemimpin yang berdaulat penuh. Oleh karena itu beberapa kelompok
penduduk kota, meminta Nabi Muhammad Saw yang terkenal dengan sifat al-amiin
(terpercaya) menjadi pemimpin mereka. Nabi Muhammad saw disambut sangat hangat
sebagai pemimpin kota tersebut oleh penduduknya. Dan sejak saat itulah kota
Yatsrib berubah nama menjadi kota Madinah.
Berbeda
halnya dengan periode mekkah, islam menjadi kekuatan politik pada periode
madinah. Dan saat itu Rasulallahu menjadi pemimpin sebuah komunitas kecil yang
jumlahnya terus meningkat dari waktu ke waktu, hingga menjadi pemimpn bangsa
Madinah. Dengan demikian nabi Muhammad saw menjadi kepala Negara disamping
pemimpin agama. Dengan kata lain Rasulallahu memiliki dua kekuasaan sekaligus
yaitu, kekuasaan spiritual dan kekuasaan duniawi.
Setelah
menjadi kepala Negara Rasulallahu saw langsung melakukan perubahan yang drastis
dalam menata kehidupan di Madinah yaitu membangun kehidupan sosial, baik di
lingkungan keluarga, masyarakat, institusi, maupun pemerintahan yang bersih
dari berbagai tradisi, ritual dan norma yang bertentangan dengan prinsip islam.
Seluruh aspek masyarakat disusun berdasarkan nilai-nilai qur’ani seperti
persaudaraan, persamaan, kebebasan dan keadilan. Strategi yang dilakukan
rasulallahu saw adalah dengan melakukan langkah-langkah berikut :
1. Membangun Mesjid
Mesjid ini menggunakan struktur yang
sangat sederhana, menggunakan bebatuan dan batu bata sebagai dindinganya,
daun-daun palem sebagai atapnya, serta batang-batang pohon kurma sebagai
tiangnya. Yang kemudian diberi nama Mesjid Nabawi berfungsi sebagai Islamic
Center.
2. Merehabilitasi
Kaum Muhajirin
Memperbaiki tingkat kehidupan sosial
dan ekonomi kaum muhajirin (Penduduk Mekah yang berhijrah ke Madinah)
3. Membuat
Konstitusi Negara
Konstitusi Negara yang menyatakan
tentang kedaulatan Madinah sebagai sebuah negara. Pemerintah menegaskan tentang
hak, kewajiban dan tanggung jawab setiap warga negara baik muslim maupun
non-muslim, serta sistem keamanan dan pertahanan Negara.
4. Meletakkan
Dasar-dasar Sistem Keuangan Negara
Dasar-dasar sistem keuangan Negara
sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an. Dan menggunakan paradigma baru yang sesuai
dengan nilai-nilai al-qur’an, yakni persaudaraan, persamaan, kebebasan, dan
keadilan.
B. Sistem Ekonomi
Seperti di Madinah merupakan negara yang baru terbentuk dengan kemampuan
daya mobilitas yang sangat rendah dari sisi ekonomi.Oleh karena itu,peletakan
dasar-dasar sistem keuangan negara yang di lakukan oleh Rasulallah
Saw.merupakan langkah yang sangat signifikan,sekaligus berlian dan spektakuler
pada masa itu,sehingga Islam sebagai ssebuah agama dan negara dapat brkembang
dengan pesat dalam jangka waktu yang relatif singkat.
Sistem ekonomi yag di terapkan oleh Rasulallah Saw.berakar dari prinsip-prinsip Qur’ani.Alqur’an yang merupakan sumber utama ajaran Islam telah menetapkan berbagai aturan sebagai hidayah (petunjuk) bagi umat manusia dalam aktivitas di setiap aspek kehidupannya,termasuk di bidang ekonomi.
Sistem ekonomi yag di terapkan oleh Rasulallah Saw.berakar dari prinsip-prinsip Qur’ani.Alqur’an yang merupakan sumber utama ajaran Islam telah menetapkan berbagai aturan sebagai hidayah (petunjuk) bagi umat manusia dalam aktivitas di setiap aspek kehidupannya,termasuk di bidang ekonomi.
Prinsip Islam yang paling mendasar
adalah kekuasan tertinggi hanya milik Allah semata dan manusia diciptakan
sebagai khalifah-Nya di muka bumi. Dalam pandangan Islam,kehidupan manusia tidak
bisa di pisahkan menjdai kehidupan ruhiyah dan jasmaniyah,melainkan sebagai
satu kesatuan yang utuh yang tidak terpisahkan,bahkan setelah kehidupan dunia
ini,Dengan kata lain,Islam tidak mengenal kehidupan yang hanya memikirkan
materi duniawi tanpa memikirkan kehidupan akhirat.
C. Keuangan dan Pajak
Sebelum Nabi Muhamad s.a.w diangkat sebagai rasul dalam
masyarakat jahilyah sudah terdapat lembaga
politik semacam dewan perwakilan rakyat
untuk ukuran masa itu yang disebut Darun Nadriah.
Di dalamnya para tokoh Mekkah berkumpul dan
bermusyawarah untuk menentukan suatu keputusan
etika dilantik sebagai rasul mengadakan semacam
lembaga tandingan untuk itu yaitu darul arqam
Perkembangan lembaga ini terkendala karena banyaknya tantangan dan rintangan sampai akhirnya Rasulullah memutuskan untuk hijrah ke Madinah. Ketika beliau hijrah ke Madinah maka yang pertama kali didirikan Rasulullah adalah Masjid (Masjid Quba). Yang bukan saja merupakan tempat beribadah tetapi juga sentral kegiatan kaum muslimin. Kemudian beliau masuk ke Madinah dan membentuk “lembaga”persatuan di antara para sahabatnya yaitu persaudaraan antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Hal ini di ikuti dengan pembangunan mesjid lain yang lebih besar (Mesjid nabawi) yang kemudian yang menjadi sentral pemerintah.
Untuk selanjutnya pendirian (lembaga) dilanjutkan dengan penertiban pasar. Rasulullah diriwayatkan menolak membentuk pasar yang baru yang khusus untuk kaum muslimin. Karena pasar merupakan sesuatu yang alamiah dan harus berjalan dengan sunatullah. Demikian halnya dalam penentuan harga dan mata uang tidak ada satupun bukti sejarah yang menunjukan bahwa nabi Muhamad membuat mata uang sendiri.
Pada tahun-tahun awal sejak dideklarasikan sebagai sebuah negara, Madinah hampir tidak memiliki sumber pemasukan ataupun pengeluaran negara. Seluruh tugas negara dilaksanakan kaum musimin secara bergotong royong dan sukarela. Mereka memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya sendiri. Mereka memperoleh pendapatan dari bebagai sumber yang tidak terikat.
Tidak hanya masa sekarang saja adanya sumber anggaran negara semisal pajak, zakat, kharaj dsb tetapi di Madinah juga pada masa rasulullah sudah ada yang namanya sumber anggaran pendapatan negara semisal pajak, zaka, kharaj dsb.
Pajak (dharibah) itu sebenarnya merupakan harta yang di fardhukan oleh Alloh kepada kaum muslimin dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka. Dimana Alloh telah menjadikan seorang imam sebagai pemimpin bagi mereka yang bisa mengambil harta dan menafkahkannya sesuai dengan objek-obyek tertentu.
Dalam mewajibkan pajak tidak mengenal bertambahnya kekayaan dan larangan tidak boleh kaya dan untuk mengumpulkan pajak tidak akan memperhatikan ekonomi apapun. Namun pajak tersebut dipungut semata berdasarkan standar cukup. Tidak hanya harta yang ada di baitul mal, untuk memenuhi seluruh keperluan yang dibutuhkan sehingga pajak tersebut di pungut berdasarkan kadar kebutuhan belanja negara.
Karakteristik pekerjaan masih sangat sederhana dan tidak memerlukan perhatian penuh. Rasulullah sendiri adalah seorang kepala negara yang merangkap sebagai ketua mahkamah agung, mufti besar, panglima perang tertinggi, serta penanggungjawab seluruh administrasi negara. Ia tidak memperoleh gaji dari negara atau masyarakat, kecuali hadiah-hadiah kecil yang pada umumnya berupa bahan makanan.
Majelis syura terdiri dari para sahabat terkemuka yang sebagian dari mereka bertanggung jawab mencatat wahyu. Pada tahun keenam hijriah, sebuah sekretariat sederhana telah dibangun dan ditindak lanjuti dengan pengiriman duta-duta negara ke berbagai pemerintahan dan kerajaan.
Demikianlah adanya sumber pendapatan negara semisal sistem keuangan dan pajak yang ada pada masa rasulullah yang dapat menjadikan kaum muslimin bisa hidup sejahtera. Tanpa adanya permsuhan dan kesenjangan sosial subhanalloh begitu menakjubkan sekali ditengah kesederhanaannya tetapi bisa menjadikan seluruh kaum muslimin bisa menjalankan aktivitas perekonomian dengan tidak mengesampingkan rasa ukhuwah mereka.
Perkembangan lembaga ini terkendala karena banyaknya tantangan dan rintangan sampai akhirnya Rasulullah memutuskan untuk hijrah ke Madinah. Ketika beliau hijrah ke Madinah maka yang pertama kali didirikan Rasulullah adalah Masjid (Masjid Quba). Yang bukan saja merupakan tempat beribadah tetapi juga sentral kegiatan kaum muslimin. Kemudian beliau masuk ke Madinah dan membentuk “lembaga”persatuan di antara para sahabatnya yaitu persaudaraan antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Hal ini di ikuti dengan pembangunan mesjid lain yang lebih besar (Mesjid nabawi) yang kemudian yang menjadi sentral pemerintah.
Untuk selanjutnya pendirian (lembaga) dilanjutkan dengan penertiban pasar. Rasulullah diriwayatkan menolak membentuk pasar yang baru yang khusus untuk kaum muslimin. Karena pasar merupakan sesuatu yang alamiah dan harus berjalan dengan sunatullah. Demikian halnya dalam penentuan harga dan mata uang tidak ada satupun bukti sejarah yang menunjukan bahwa nabi Muhamad membuat mata uang sendiri.
Pada tahun-tahun awal sejak dideklarasikan sebagai sebuah negara, Madinah hampir tidak memiliki sumber pemasukan ataupun pengeluaran negara. Seluruh tugas negara dilaksanakan kaum musimin secara bergotong royong dan sukarela. Mereka memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya sendiri. Mereka memperoleh pendapatan dari bebagai sumber yang tidak terikat.
Tidak hanya masa sekarang saja adanya sumber anggaran negara semisal pajak, zakat, kharaj dsb tetapi di Madinah juga pada masa rasulullah sudah ada yang namanya sumber anggaran pendapatan negara semisal pajak, zaka, kharaj dsb.
Pajak (dharibah) itu sebenarnya merupakan harta yang di fardhukan oleh Alloh kepada kaum muslimin dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka. Dimana Alloh telah menjadikan seorang imam sebagai pemimpin bagi mereka yang bisa mengambil harta dan menafkahkannya sesuai dengan objek-obyek tertentu.
Dalam mewajibkan pajak tidak mengenal bertambahnya kekayaan dan larangan tidak boleh kaya dan untuk mengumpulkan pajak tidak akan memperhatikan ekonomi apapun. Namun pajak tersebut dipungut semata berdasarkan standar cukup. Tidak hanya harta yang ada di baitul mal, untuk memenuhi seluruh keperluan yang dibutuhkan sehingga pajak tersebut di pungut berdasarkan kadar kebutuhan belanja negara.
Karakteristik pekerjaan masih sangat sederhana dan tidak memerlukan perhatian penuh. Rasulullah sendiri adalah seorang kepala negara yang merangkap sebagai ketua mahkamah agung, mufti besar, panglima perang tertinggi, serta penanggungjawab seluruh administrasi negara. Ia tidak memperoleh gaji dari negara atau masyarakat, kecuali hadiah-hadiah kecil yang pada umumnya berupa bahan makanan.
Majelis syura terdiri dari para sahabat terkemuka yang sebagian dari mereka bertanggung jawab mencatat wahyu. Pada tahun keenam hijriah, sebuah sekretariat sederhana telah dibangun dan ditindak lanjuti dengan pengiriman duta-duta negara ke berbagai pemerintahan dan kerajaan.
Demikianlah adanya sumber pendapatan negara semisal sistem keuangan dan pajak yang ada pada masa rasulullah yang dapat menjadikan kaum muslimin bisa hidup sejahtera. Tanpa adanya permsuhan dan kesenjangan sosial subhanalloh begitu menakjubkan sekali ditengah kesederhanaannya tetapi bisa menjadikan seluruh kaum muslimin bisa menjalankan aktivitas perekonomian dengan tidak mengesampingkan rasa ukhuwah mereka.
1.
Sumber-sumber
Pendapatan Negara
a. Uang tebusan untuk para tawanan perang ( hanya khusus pada perang Badar,
pada perang lain tidak disebutkan jumlah uang tebusan tawanan perang ).
b. Pinjaman-pinjaman ( setelah penaklukan kota Mekkah ) untuk pembayaran
uang pembebasan kaum muslimin dari Judhayma/ sebelum pertemuan Hawazin 30.000
dirham ( 20.000 dirham menurut Bukhari ) dari Abdullah bin Rabia dan pinjaman
beberapa pakaian dan hewan-hewan tunggangan dari Sufyan bin Umaiyah ( sampai
waktu itu tidak ada perubahan ).
c. Khums atas rikaz harta karun temuan pada periode sebelum islam.
d. Amwal fadillah yaitu harta yang berasal dari harta benda kaum muslimin yang
meninggal tanpa ahli waris, atau berasal dari barang-barang seorang muslim yang
meninggalkan negrinya.
e. Wakaf yaitu harta benda yang didedikasikan oleh seorang muslim untuk
kepentingan agama Allah dan pendapatnya akan disimpan di Baitul mal.
f. Nawaib yaitu pajak khusus yang dibebankan kepada kaum muslimin yang kaya
raya dalam rangka menutupi pengeluaaraan negera selama masa darurat.
g. Zakat fitrah.
h. Bentuk lain sedekah seperti hewan qurban dan kifarat. Kifarat adalah denda
atas kesalahan yang dilakukan oleh seorang muslim pada saat melakukan kegiatan
ibadah.
i.
Ushr
j.
Jizyah yaitu pajak yang dibebankan kepada orang-orang
non muslim.
k. Kharaj yaitu pajak tanah yang dipungut dari kaum non muslim ketika wilayah
khaibar ditakhlukkan.
l.
Ghanimah.
m. Fa’i
2.
Sumber-sumber
Pengeluaran Negara
a.
Biaya pertahanan seperti persenjataan, unta, dan
persediaan.
b.
Penyaluran zakat dan ushr kepada yang berhak
menerimanya menurut ketentuan Al-Qur’an, termasuk para pemungut zakat.
c.
Pembayarnan gaji untuk wali, qadi, guru, imam,
muadzin, dan pejabat negara lainnya.
d.
Pembayaran upah para sukarelawan.
e.
Pembayaran utang negara.
f.
Bantuan untuk musafir.
g.
Bantuan untuk orang yang belajar agama di Madinah.
h.
Hiburan untuk para delegasi keagamaan.
i.
Hiburan untuk para utusan suku dan negera serta
perjalanan mereka.
j.
Hadiah untuk pemerintah negara lain.
k.
Pembayaran untuk pembebasan kaum muslim yang menjadi
budak.
l.
Pembayaran denda atas mereka yang terbunuh secara
tidak sengaja oleh para pasukan kaum muslimin.
m.
Pembayaran utang orang yang meninggal dalam keadaan
miskin.
n.
Pembayaran tunjangan untuk orang miskin.
o.
Tunjangan untuk sanak saudara Rasulullah.
p.
Pengeluaran rumah tangga Rasulullaah Saw. ( hanya
sejumlah kecil, 80 butir kurma dan 80 butir gandum untuk setiap istrinya ).
q.
Persediaan darurat.
D. Baitul Mal
Baitul
mal adalah lembaga khusus yang mengenai
harta yang di terima negara dan
mengalokasikan bagi kaum muslim yang berhak
menerimanya.
Rosulullah mulai melirik permasalahan ekonomi dan keuangan negara setelah beliau menyelesaikan masalah politik dan urusan konstitusional di madinah pada masa awal hijriah.Pertama kalinya berdirinya baitul mal sebagai sebuah lembaga adalah setelah turunnya firman Allah SWT di Badr seusai perang dan saat itu sahabat berselisih tentang ghonimah:
”Mereka ( para sahabat) akan bertaanya kepadamu (Muhammad) tentang anfal, katakanlah bahwa anfal itu milik Allah SWT dan Rasul, maka bertaqwalah kepada Allah SWT dan perbaikilah hubungan diantara sesamamu dan taatlah kepada Allah SWT dan Rasul-Nya jika kalian benar-benar beriman”. (QS. Al-Anfal: 1)
Pada masa Rosulullah Saw Baitul mal terletak di masjid Nabawi yang ketika itu digunakakan sebagai kantor pusat negara serta tempat tinggal Rosulullah. Binatang-binatang yang merupakan harta perbendaharaan negara tidak disimpan di baitul mal akan tetapi binatang- binatang tersebut ditempatkan di padang terbuka.
Pada zaman Nabi baitul mal belum merupakan suatu tempat yang khusus, hal ini disebabkan harta yang masuk pada saat itu belum begitu banyak dan selalu habis dibagikan kepada kaum muslim, serta dibelanjankan untuk pemeliharaan urusan negara. Baitul mal belum memiliki bagian- bagian tertentu dan ruang untuk penyimpanan arsip serta ruang bagi penulis.
Adapun penulis yang telah diangkat nabi untuk mencatat harta antara lain;
1. Maiqip Bin Abi Fatimah Ad-Duasyi sebagai penulis harta ghonimah.
2. Az-Zubair Bin Al- Awwam sebagai penulis harta zakat.
3. Hudzaifah Bin Al- Yaman sebagai penulis harga pertanian di daerah Hijas.
4. Abdullah Bin Rowwahah sebagai penulis harga hasil pertanian daerah khaibar.
5. Al-Mughoirah su’bah sebagai penulis hutang- piutang dan iktivitaas muamalah yang dilakukan oleh negara.
6. Abdullah Bin Arqom sebagai penulis urusan masyarakat kabila- kabilah termasuk kondisi pengairannya.
Rosulullah mulai melirik permasalahan ekonomi dan keuangan negara setelah beliau menyelesaikan masalah politik dan urusan konstitusional di madinah pada masa awal hijriah.Pertama kalinya berdirinya baitul mal sebagai sebuah lembaga adalah setelah turunnya firman Allah SWT di Badr seusai perang dan saat itu sahabat berselisih tentang ghonimah:
”Mereka ( para sahabat) akan bertaanya kepadamu (Muhammad) tentang anfal, katakanlah bahwa anfal itu milik Allah SWT dan Rasul, maka bertaqwalah kepada Allah SWT dan perbaikilah hubungan diantara sesamamu dan taatlah kepada Allah SWT dan Rasul-Nya jika kalian benar-benar beriman”. (QS. Al-Anfal: 1)
Pada masa Rosulullah Saw Baitul mal terletak di masjid Nabawi yang ketika itu digunakakan sebagai kantor pusat negara serta tempat tinggal Rosulullah. Binatang-binatang yang merupakan harta perbendaharaan negara tidak disimpan di baitul mal akan tetapi binatang- binatang tersebut ditempatkan di padang terbuka.
Pada zaman Nabi baitul mal belum merupakan suatu tempat yang khusus, hal ini disebabkan harta yang masuk pada saat itu belum begitu banyak dan selalu habis dibagikan kepada kaum muslim, serta dibelanjankan untuk pemeliharaan urusan negara. Baitul mal belum memiliki bagian- bagian tertentu dan ruang untuk penyimpanan arsip serta ruang bagi penulis.
Adapun penulis yang telah diangkat nabi untuk mencatat harta antara lain;
1. Maiqip Bin Abi Fatimah Ad-Duasyi sebagai penulis harta ghonimah.
2. Az-Zubair Bin Al- Awwam sebagai penulis harta zakat.
3. Hudzaifah Bin Al- Yaman sebagai penulis harga pertanian di daerah Hijas.
4. Abdullah Bin Rowwahah sebagai penulis harga hasil pertanian daerah khaibar.
5. Al-Mughoirah su’bah sebagai penulis hutang- piutang dan iktivitaas muamalah yang dilakukan oleh negara.
6. Abdullah Bin Arqom sebagai penulis urusan masyarakat kabila- kabilah termasuk kondisi pengairannya.
Namun semua
pendapatan dan pengeluaran negara pada masa
Rasulullah tersebut belum ada pencatatan yang
maksimal. Keaadaan ini karena berbagai alasan:
1. Jumlah orang Islam yang bisa membaca dan menulis sedikit.
2. Sebagian besarr bukti pembayaran dibuat dalam bentuk yang sederhana.
3. Sebagian besar zakat hanya didistribusikan secara lokal.
4. Bukti penerimaan dari berbagai daerah yang berbeda tidak umum digunakan.
5. Pada banyak kasus, ghonimah digunakan dan didistribusikan setelah peperangan tertentu.
1. Jumlah orang Islam yang bisa membaca dan menulis sedikit.
2. Sebagian besarr bukti pembayaran dibuat dalam bentuk yang sederhana.
3. Sebagian besar zakat hanya didistribusikan secara lokal.
4. Bukti penerimaan dari berbagai daerah yang berbeda tidak umum digunakan.
5. Pada banyak kasus, ghonimah digunakan dan didistribusikan setelah peperangan tertentu.
Bab 3 : Sistem Ekonomi dan Fiskal
Pemerintahan Al-Khulafa Ar-Rasyidun
A. Sistem Ekonomi dan Fiskal Pemerintahan Khalifah Abu Bakar Al-Shiddiq
Sejak menjadi
khalifah, kebutuhan keluarga Abu Bakar diurus dengan harta baitul maal, dua
setenagh dirham tiap hari ditambah daging domba dan pakaian biasa. Karena
kurang mencukupi kemudian dinaikkan menjadi 2000 atau 2500 dirham, pada riwayat
lain 6000 dirham per tahun. Namun demikian beberapa saat menjelang ajalnya,
negara kesulitan dalam mengumpulkan pendapatan kemudian beliau memerintahkan
untuk memberikan tunjangan sebesar 8000 dirham dan menjual sebagian besar tanah
yang dimilikinya untuk negara.
Beliau
sangat akurat dalam penghitungan dan pengumpulan zakat kemudian ditampung di
baitul maal dan didistribusikan dalam jangka waktu yang tidak lama sampai habis
tidak tersisa. Pembagiannya sama rata antara sahabat yang masuk Islam terlebih
dahulu maupun yang belakangan, pria maupun wanita. Beliau juga membagikan
sebagian tanah taklukan, dan sebagian yang lain tetap menjadi milik negara. Dan
juga mengambil alih tanah orang-orang yang murtad untuk kepentingan umat Islam.
Ketika beliau wafat hanya ditemukan 1 dirham dalam perbendaharaan negara karena
memang harta yang sudah dikumpulkan langsung dibagikan, sehingga tidak ada
penumpukan harta di baitul maal.
B. Sistem Ekonomi dan Fiskal Pemerintahan Khalifah Umar ibn Al-Khattab
Pemerintahan
Umar bin Khattab berlangsung selama 10 tahun. Beliau banyak melakukan ekspansi.
Administrasi diatur menjadi 8 propinsi, beliau juga membentuk jawatan
kepolisian dan jawatan tenaga kerja. Baitul maal pada masa ini tertata baik dan
rapi lengkap dengan sistem administrasinya karena pendapatan negara meningkat
drastis. Harta baitul maal tidak dihabiskan sekaligus, sebagian diantaranya
untuk cadangan baik untuk kepentingan darurat, pembayaran gaji tentara dan kepentingan
umat yang lain. Baitul maal merupakan pelaksana kebijakan fiskal negara Islam.
Khalifah
mendapat tunjangan sebesar 5000 dirham per tahun, satu stel pakaian musim
panas, satu stel pakaian musim dingin, serta seekor binatang tunggangan untuk
naik haji. Harta baitul maal adalah milik kaum muslimin sedang khalifah dan
amil hanya pemegang amanah. Untuk mendistribusikan harta baitul maal umar juga
mendirikan: departemen pelayanan militer, departemen kehakiman dan eksekutif,
departemen pelayanan dan pengembangan Islam, dan departemen jaminan sosial.
Umar juga mendirikan diwan islam yang bertugas memberikan tunjangan-tunjangan
angkatan perang dan pensiun.
Tunnjangan yang diberikan adalah sebagai berikut:
1. Aisyah dan Abbas bin abd mutalib Masing-masing 12000 dirham
2. para istri nabi selain aisyah Masing-masing 10000 dirham
3. ali, hasan, husain dan para pejuang badar Masing-masing 5000 dirham
4. para pejuang uhud dan para migran abisinya Masing-masing 4000 dirham
5. kaum muhajirin sebelum peristiwa fahu makah Masing-masing 3000 dirham
6. putra para pejuang badar, orang yang memeluk Islam ketika fathu makah, anak-anak kaum muhajirin dan anshar, para pejuang perang qadisiyah, uballa, dan orang-orang yang menghadiri perjanjian hudaibiyah Masing-masing 2000 dirham
7. orang-orang makah yang bukan termasuk kaum muhajirin Masing-masing 800 dirham
8. warga madinah 25 dinar
9. kaum muslimin di yaman, syria, irak Masing-masing 200-300 dirham
10. anak-anak yang baru lahir yang tidak diakui Masing-masing 100 dirham
Selain itu Umar juga membagikan harta dalam bentuk benda, dua ember makanan sebulan, dua karung gandum dan cuka untuk satu orang. Dalam memperlakukan tanah taklukan, Umar tidak membaginya kepada kaum muslimin tetapi tetap pada pemiliknya dengan syarat membayar jizyah dan kharaj. Umar juga mensubsidi masjid masjid dan madrasah-madrasah.
Umar membagi pendapatan negara menjadi empat yaitu: zakat dan ushr didistribusikan di tingkat lokal, khums dan sedekah, didistribusikan untuk fakir miskin baik muslim maupun non muslim, kharaj, fai, jizyah, pajak perdagangan, dan sewa tanah untuk dana pensiun, daba operasional administrasi dan militer, dan pendapatan lain-lain untuk membayar para pekerja, dan dana sosial.
Tunnjangan yang diberikan adalah sebagai berikut:
1. Aisyah dan Abbas bin abd mutalib Masing-masing 12000 dirham
2. para istri nabi selain aisyah Masing-masing 10000 dirham
3. ali, hasan, husain dan para pejuang badar Masing-masing 5000 dirham
4. para pejuang uhud dan para migran abisinya Masing-masing 4000 dirham
5. kaum muhajirin sebelum peristiwa fahu makah Masing-masing 3000 dirham
6. putra para pejuang badar, orang yang memeluk Islam ketika fathu makah, anak-anak kaum muhajirin dan anshar, para pejuang perang qadisiyah, uballa, dan orang-orang yang menghadiri perjanjian hudaibiyah Masing-masing 2000 dirham
7. orang-orang makah yang bukan termasuk kaum muhajirin Masing-masing 800 dirham
8. warga madinah 25 dinar
9. kaum muslimin di yaman, syria, irak Masing-masing 200-300 dirham
10. anak-anak yang baru lahir yang tidak diakui Masing-masing 100 dirham
Selain itu Umar juga membagikan harta dalam bentuk benda, dua ember makanan sebulan, dua karung gandum dan cuka untuk satu orang. Dalam memperlakukan tanah taklukan, Umar tidak membaginya kepada kaum muslimin tetapi tetap pada pemiliknya dengan syarat membayar jizyah dan kharaj. Umar juga mensubsidi masjid masjid dan madrasah-madrasah.
Umar membagi pendapatan negara menjadi empat yaitu: zakat dan ushr didistribusikan di tingkat lokal, khums dan sedekah, didistribusikan untuk fakir miskin baik muslim maupun non muslim, kharaj, fai, jizyah, pajak perdagangan, dan sewa tanah untuk dana pensiun, daba operasional administrasi dan militer, dan pendapatan lain-lain untuk membayar para pekerja, dan dana sosial.
1. Pendirian
Lembaga Baitul Mal
Dalam catatan sejarah,
pembangunan institusi Baitul Mal dilatarbelakangi oleh kedatangan Abu Hurairah
yang ketika itu menjabat sebagai Gubernur Bahrain dengan membawa harta hasil
pengumpulan pajak al-kharaj sebesat 500.000 dirham. Hal ini terjadi pada tahun
16 H. oleh karena jumlah tersebut sangat besar, Khalifah Umar mengambil
inisiatif memanggil dan mengajak bermusyawarah para sahabat terkemuka tentang
penggunaan dana Baitul Mal tersebut.
Setelah melalui diskusi
yang cukup panjang, Khalifah Umar memutuskan untuk tidak mendistribusikan harta
Baitul Mal, tetapi disimpan sebagai cadangan, baik untuk keperluan darurat,
pembayaran gaji para tentara maupun berbagai kebutuhan umat lainnya.
Khalifah Umar ibn Al-Khattab juga membuat ketentuan bahwa pihak eksekutif tidak boleh turut campur dalam mengelola harta Baitul Mal. Di tingkat provinsi, pejabat yang bertanggung jawab terhadap harta umat tidak bergantung kepada gubernur dan mereka mempunyai otoritas penuh dalam melaksanakan tugasnya serta bertanggung jawab langsung kepada pemerintah pusat.
Untuk mendistribusikan harta Baitul Mal, Khalifah Umar ibn Al-Khattab mendirikan beberapa departemen yang dianggap perlu, seperti :
a) Departemen Pelayanan Militer. Departemen ini berfungsi untuk mendistribusikan dana bantuan kepada orang-orang yang terlibat dalam peperangan.
b) Departemen Kehakiman dan Eksekutif. Bertanggung jawab atas pembayaran gaji para hakim dan pejabat eksekutif.
c) Departemen Pendidikan dan Pengembangan Islam. Departemen ini mendistribusikan bantuan dana bagi penyebar dan pengembang ajaran Islam beserta keluarganya, seperti guru dan juru dakwah.
d) Departemen Jaminan Sosial. Berfungsi untuk mendistribusikan dana bantuan kepada seluruh fakir miskin dan orang-orang yang menderita.
Khalifah Umar ibn Al-Khattab juga membuat ketentuan bahwa pihak eksekutif tidak boleh turut campur dalam mengelola harta Baitul Mal. Di tingkat provinsi, pejabat yang bertanggung jawab terhadap harta umat tidak bergantung kepada gubernur dan mereka mempunyai otoritas penuh dalam melaksanakan tugasnya serta bertanggung jawab langsung kepada pemerintah pusat.
Untuk mendistribusikan harta Baitul Mal, Khalifah Umar ibn Al-Khattab mendirikan beberapa departemen yang dianggap perlu, seperti :
a) Departemen Pelayanan Militer. Departemen ini berfungsi untuk mendistribusikan dana bantuan kepada orang-orang yang terlibat dalam peperangan.
b) Departemen Kehakiman dan Eksekutif. Bertanggung jawab atas pembayaran gaji para hakim dan pejabat eksekutif.
c) Departemen Pendidikan dan Pengembangan Islam. Departemen ini mendistribusikan bantuan dana bagi penyebar dan pengembang ajaran Islam beserta keluarganya, seperti guru dan juru dakwah.
d) Departemen Jaminan Sosial. Berfungsi untuk mendistribusikan dana bantuan kepada seluruh fakir miskin dan orang-orang yang menderita.
2. Kepemilikan
Tanah
Selama
pemerintahan Khalifah Umar, wilayah kekuasaan Islam semakin luas seiring dengan
banyaknya daerah-daerah yang berhasil ditaklukkan, baik melalui peperangan
maupun secara damai. Hal ini menimbulkan berbagai permasalahan baru. Pertanyaan
yang paling mendasar dan utama adalah kebijakan apa yang akan diterapkan negara
terhadap kepemilikan tanah-tanah yang berhasil ditaklukkan tersebut.
Para tentara dan beberapa sahabat terkemuka menuntut agar tanah hasil taklukan tersebut dibagikan kepada mereka yang terlibat dalam peperangan sementara sebagian kaum Muslimin yang lain menolak pendapat tersebut. Muadz bin Jabal, salah seorang di antara mereka yang menolak, mengatakan, Apabila engkau membagikan tanah tersebut, hasilnya tidak akan raenggembirakan. Bagian yang bagus akan menjadi milik mereka yang tidak lama lagi akan meninggal dunia dan keseluruhan akan menjadi milik seseorang saja.
Mayoritas sumber pemasukan pajak al-kharaj berasal dari daerah-daerah bekas kerajaan Romawi dan Sasanid (Persia) dan hal ini membutuhkan suatu sistem administrasi yang terperinci untuk penaksiran, pengumpulan, dan pendistribusian pendapatan yang diperoleh dari pajak tanah-tanah tersebut.
a) Wilayah Irak yang ditaklukkan dengan kekuatan menjadi milik
Muslim dan kepemilikan ini tidak dapat diganggu gugat sedang-
kan bagian wilayah yang berada di bawah perjanjian damai tetap
dimiliki oleh pemilik sebelumnya dan kepemilikan tersebut dapat
dialihkan.
b) Kharaj dibebankan kepada semua tanah yang berada di bawah
kategori pertama, meskipun pemilik tanah tersebut memeluk
agama Islam. Dengan demikian, tanah seperti itu tidak dapat
dikonversi menjadi tanah ushr.
c) Bekas pemilik tanah diberi hak kepemilikan selama mereka membayar kharaj dan jizyah.
d) Tanah yang tidak ditempati atau ditanami (tanah mati) atau
tanah yang diklaim kembali (seperti Bashra) bila diolah oleh
kaum Muslimin diperlakukan sebagai tanah ushr.
e) Di Sawad, kharaj dibebankan sebesar satu dirham dan satu rafiz
(satu ukuran lokal) gandum dan barley (sejenis gandum) dengan
asumsi tanah tersebut dapat dilalui air. Harga yang lebih tinggi
dikenakan kepada ratbah (rempah atau cengkeh) dan perkebunan.
f) Di Mesir, berdasarkan perjanjian Amar, setiap pemilik tanah
dibebankan pajak sebesar dua dinar, di samping tiga irdabb gan
dum, dua qist untuk setiap minyak, cuka, madu, dan rancangan
ini telah disetujui khalifah.
g) Perjanjian Damaskus (Syria) berisi pembayaran tunai, pembagian
tanah dengan kaum Muslimin, beban pajak untuk setiap orang
sebesar satu dinar dan satu beban jarib (unit berat) yang diproduksi
per jarib (ukuran) tanah.
Para tentara dan beberapa sahabat terkemuka menuntut agar tanah hasil taklukan tersebut dibagikan kepada mereka yang terlibat dalam peperangan sementara sebagian kaum Muslimin yang lain menolak pendapat tersebut. Muadz bin Jabal, salah seorang di antara mereka yang menolak, mengatakan, Apabila engkau membagikan tanah tersebut, hasilnya tidak akan raenggembirakan. Bagian yang bagus akan menjadi milik mereka yang tidak lama lagi akan meninggal dunia dan keseluruhan akan menjadi milik seseorang saja.
Mayoritas sumber pemasukan pajak al-kharaj berasal dari daerah-daerah bekas kerajaan Romawi dan Sasanid (Persia) dan hal ini membutuhkan suatu sistem administrasi yang terperinci untuk penaksiran, pengumpulan, dan pendistribusian pendapatan yang diperoleh dari pajak tanah-tanah tersebut.
a) Wilayah Irak yang ditaklukkan dengan kekuatan menjadi milik
Muslim dan kepemilikan ini tidak dapat diganggu gugat sedang-
kan bagian wilayah yang berada di bawah perjanjian damai tetap
dimiliki oleh pemilik sebelumnya dan kepemilikan tersebut dapat
dialihkan.
b) Kharaj dibebankan kepada semua tanah yang berada di bawah
kategori pertama, meskipun pemilik tanah tersebut memeluk
agama Islam. Dengan demikian, tanah seperti itu tidak dapat
dikonversi menjadi tanah ushr.
c) Bekas pemilik tanah diberi hak kepemilikan selama mereka membayar kharaj dan jizyah.
d) Tanah yang tidak ditempati atau ditanami (tanah mati) atau
tanah yang diklaim kembali (seperti Bashra) bila diolah oleh
kaum Muslimin diperlakukan sebagai tanah ushr.
e) Di Sawad, kharaj dibebankan sebesar satu dirham dan satu rafiz
(satu ukuran lokal) gandum dan barley (sejenis gandum) dengan
asumsi tanah tersebut dapat dilalui air. Harga yang lebih tinggi
dikenakan kepada ratbah (rempah atau cengkeh) dan perkebunan.
f) Di Mesir, berdasarkan perjanjian Amar, setiap pemilik tanah
dibebankan pajak sebesar dua dinar, di samping tiga irdabb gan
dum, dua qist untuk setiap minyak, cuka, madu, dan rancangan
ini telah disetujui khalifah.
g) Perjanjian Damaskus (Syria) berisi pembayaran tunai, pembagian
tanah dengan kaum Muslimin, beban pajak untuk setiap orang
sebesar satu dinar dan satu beban jarib (unit berat) yang diproduksi
per jarib (ukuran) tanah.
3. Zakat
Pada masa
Rasulullah Saw., jumlah kuda di Arab masih sangat sedikit, terutama kuda yang
dimiliki oleh kaum Muslimin karena digunakan untuk kebutuhan pribadi dan jihad.
di Hudaybiyah mereka mempunyai sekitar dua ratus kuda. Karena zakat dibebankan
terhadap barang-barang yang memiliki produktivitas, seorang budak atau seekor
kuda yang dimiliki kaum Muslimin ketika itu tidak dikenakan zakat.
Pada masa Umar, Gubernur Thaif melaporkan bahwa pemilik sarang lebah tidak membayar ushr, tetapi menginginkan sarang-sarang lebah tersebut dilindungi secara resmi. Umar mengatakan bahwa bila mereka mau membayar ushr sarang lebah mereka akan dilindungi. Namun, jika menolak, mereka tidak akan memperoleh perlindungan.Zakat yang ditetapkan adalah seperduapuluh untuk madu yang pertama dan sepersepuluh untuk madu jenis kedua.
Pada masa Umar, Gubernur Thaif melaporkan bahwa pemilik sarang lebah tidak membayar ushr, tetapi menginginkan sarang-sarang lebah tersebut dilindungi secara resmi. Umar mengatakan bahwa bila mereka mau membayar ushr sarang lebah mereka akan dilindungi. Namun, jika menolak, mereka tidak akan memperoleh perlindungan.Zakat yang ditetapkan adalah seperduapuluh untuk madu yang pertama dan sepersepuluh untuk madu jenis kedua.
4. Ushr
Sebelum Islam
datang, setiap suku atau kelompok yang tinggal di pedesaan biasa membayar pajak
(ushr) jual-beli (maqs). Besarnya adalah sepuluh persen dari nilai barang atau
satu dirham untuk setiap transaksi. Namun, setelah Islam hadir dan menjadi
sebuah negara yang berdaulat di Semenanjung Arab, nabi mengambil inisiatif
untuk mendorong usaha perdagangan dengan menghapus bea masuk antar provinsi
yang masuk dalam wilayah kekuasaan dan masuk dalam perjanjian yang
ditandatangani olehnya bersama dengan suku-suku yang tunduk kepada
kekuasaannya.
Secara jelas dikatakan
bahwa pembebanan sepersepuluh hasil pertanian kepada pedagang Manbij (Hierapolis).
Menurut Saib bin Yazid, pengumpul ushr di pasar-pasar Madinah, orang-orang
Nabaeteari yang berdagang di Madmah juga dikenakan pajak pada tingkat yang
umum, tetapi setelah beberapa waktu Umar menurunkan persentasenya menjadi 5%
untuk minyak dan gandum, untuk mendorong import barang-barang tersebut di kota.
5. Sedekah dari
Non-Muslim
Tidak ada ahli
kitab yang membayar sedekah atas ternaknya kecuali orang Kristen; Bani Taghlib
yang keseluruhan kekayaannya terdiri dari hewan ternak. Mereka membayar dua kali
lipat dari yang dibayar kaum Muslimin. Bani Taghlib merupakan suku Arab Kristen
yang gigih dalam peperangan. Umar mengenakan jizyah kepada mereka, tetapi
mereka terlalu gengsi sehingga menolak membayar jizyah dan malah membayar
sedekah.
Nu'man ibn Zuhra memberikan alasan untuk kasus mereka dengan mengatakan bahwa pada dasarnya tidak bijaksana memperlakukan mereka seperti musuh dan seharusnya keberanian mereka menjadi aset negara. Umar pun memanggil mereka dan menggandakan sedekah yang harus mereka bayar dengan syarat mereka setuju untuk tidak membaptis seorang anak atau memaksanya untuk menerima kepercayaan mereka. Mereka setuju dan menerima untuk membayar sedekah ganda.
Nu'man ibn Zuhra memberikan alasan untuk kasus mereka dengan mengatakan bahwa pada dasarnya tidak bijaksana memperlakukan mereka seperti musuh dan seharusnya keberanian mereka menjadi aset negara. Umar pun memanggil mereka dan menggandakan sedekah yang harus mereka bayar dengan syarat mereka setuju untuk tidak membaptis seorang anak atau memaksanya untuk menerima kepercayaan mereka. Mereka setuju dan menerima untuk membayar sedekah ganda.
6. Mata Uang
Pada masa nabi
dan sepanjang masa pemerintahan al-Khulafa ar-Rasyidun, koin mata uang asing
dengan berbagai bobot telah dikenal di Jazirah Arab, seperti dinar, sebuah koin
emas, dan dirham sebuah koin perak. Bobot dinar adalah sama dengan satu
mitstyal atau sama dengan dua puluh qirat atau seratus grains of barky. Oleh karena
ltu, rasio antara satu dirham dan satu mitsqal adalah tujuh per sepuluh.
7. Klasifikasi dan
Alokasi Pendapatan Negara
Seperti yang
telah disinggung di muka, kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pendapatan
negara adalah mendistribusikan seluruh pendapatan yang diterima. Pada masa
pemerintahannya, Khalifah Umar ibn Al-Khattab mengklasifikasi pendapatan negara
menjadi empat bagian, yaitu :
a.Pendapatan zakat dan ushr. Pendapatan ini didistribusikan di frngkat lokal dan jika terdapat surplus, sisa pendapatan tersebut disimpan di Baitul Mai pusat dan dibagikan kepada delapan
ashnaf, seperti yang telah ditentukan dalam Al-Quran.
b.Pendapatan khums dan sedekah. Pendapatan ini didistribusikan
kepada para fakir miskin atau untuk membiayai kesejahteraan
mereka tanpa membedakan apakah ia seorang Muslim atau
bukan. Dalam sebuah riwayat, di perjalanan menuju Damaskus,
Khalifah Umar bertemu dengan seorang Nasrani yang menderita
penyakit kaki gajah. Melihat hal tersebut, Khalifah Umar segera
memerintahkan pegawainya agar memberikan dana kepada
orang tersebut yang diambilkan dari hasil pendapatan sedekah
dan makanan yang diambilkan dari persediaan untuk para petugas.
c. Pendapatan kharaj, fai,jizyah, 'ushr (pajak perdagangan), dan sewa
tanah. Pendapatan ini digunakan untuk membayar dana pensiun
dan dana bantuan serta untuk menutupi biaya operasional
administrasi, kebutuhan militer, dan sebagainya.
d. Pendapatan lain-lain. Pendapatan ini digunakan untuk membayar
para pekerja, pemeliharaan anak-anak terlantar, dan dana sosial lainnya.
a.Pendapatan zakat dan ushr. Pendapatan ini didistribusikan di frngkat lokal dan jika terdapat surplus, sisa pendapatan tersebut disimpan di Baitul Mai pusat dan dibagikan kepada delapan
ashnaf, seperti yang telah ditentukan dalam Al-Quran.
b.Pendapatan khums dan sedekah. Pendapatan ini didistribusikan
kepada para fakir miskin atau untuk membiayai kesejahteraan
mereka tanpa membedakan apakah ia seorang Muslim atau
bukan. Dalam sebuah riwayat, di perjalanan menuju Damaskus,
Khalifah Umar bertemu dengan seorang Nasrani yang menderita
penyakit kaki gajah. Melihat hal tersebut, Khalifah Umar segera
memerintahkan pegawainya agar memberikan dana kepada
orang tersebut yang diambilkan dari hasil pendapatan sedekah
dan makanan yang diambilkan dari persediaan untuk para petugas.
c. Pendapatan kharaj, fai,jizyah, 'ushr (pajak perdagangan), dan sewa
tanah. Pendapatan ini digunakan untuk membayar dana pensiun
dan dana bantuan serta untuk menutupi biaya operasional
administrasi, kebutuhan militer, dan sebagainya.
d. Pendapatan lain-lain. Pendapatan ini digunakan untuk membayar
para pekerja, pemeliharaan anak-anak terlantar, dan dana sosial lainnya.
8. Pengeluaran
Di antara
alokasi pengeluaran dari harta Baitul Mal tersebut, dana pensiun merupakan
pengeluaran negara yang paling penting. Prioritas berikutnya adalah dana
pertahanan negara dan dana pembangunan.Seperti yang telah dijelaskan, Khalifah
Umar menempatkan dana pensiun di tempat pertama dalam bentuk rangsum bulanan
(arzaq) pada tahun 18 H, dan selanjutnya pada tahun 20 H dalam bentuk rangsum
tahunan (atya). Dana pensiun ditetapkan untuk mereka yang akan dan pernah
bergabung dalam kemiliteran. Dengan kata lain, dana pensiun ini sama halnya
dengan gaji reguler angkatan bersenjata dan pasukan cadangan serta penghargaan
bagi orang-orang yang telah berjasa.
Dana ini juga meliputi upah yang dibayarkan kepada para pegawai sipil. Sejumlah penerima dana pensiun juga ditugaskan untuk melaksanakan kewajiban sipil, tetapi mereka dibayar bukan untuk itu.Seperti halnya yang dilakukan oleh Rasulullah Saw., Khalifah Umar menetapkan bahwa negara bertanggung jawab membayarkan atau melunasi utang orang-orang yang menderita pailit atau jatuh miskin, membayar tebusan para tahanan Muslim, membayar diyat orang-orang tertentu, serta membayar biaya perjalanan para delegasi dan tukar menukar hadiah dengan negara lain. Dalam perkembangan berikutnya, setelah kondisi Baitul Mal dianggap cukup kuat, ia menambahkan beberapa pengeluaran lain dan memasukkannya ke dalam daftar kewajiban negara, seperti memberi pinjaman untuk perdagangan dan konsumsi.
Dana ini juga meliputi upah yang dibayarkan kepada para pegawai sipil. Sejumlah penerima dana pensiun juga ditugaskan untuk melaksanakan kewajiban sipil, tetapi mereka dibayar bukan untuk itu.Seperti halnya yang dilakukan oleh Rasulullah Saw., Khalifah Umar menetapkan bahwa negara bertanggung jawab membayarkan atau melunasi utang orang-orang yang menderita pailit atau jatuh miskin, membayar tebusan para tahanan Muslim, membayar diyat orang-orang tertentu, serta membayar biaya perjalanan para delegasi dan tukar menukar hadiah dengan negara lain. Dalam perkembangan berikutnya, setelah kondisi Baitul Mal dianggap cukup kuat, ia menambahkan beberapa pengeluaran lain dan memasukkannya ke dalam daftar kewajiban negara, seperti memberi pinjaman untuk perdagangan dan konsumsi.
C. Sistem Ekonomi dan Fiskal Pemerintahan Khalifah
Utsman ibn Affan
Sistem
ekonomi dan fiskal pada masa pemerintahan khalifah usman bin Affan
Pada masa pemerintahannya yang berlangsung 12 tahun, khalifah usman bin Affan berhasil melakukan ekspensi kewilayaan armenia, tunesia, cyprus, rhodes, dan bagian tersisa dari persia, transoxania dan tabristan. Ia juga berhasil menumpas pemberontakan didaerah khurusan dan iskandariah.
Pada enam tahun masa pemerintahannya, khalifah usman bin affan melakukan penataan baru dengan mengikuti kebijakn umar Bin Khattab, dalam rangka membangun sumber daya alam ia melakukan pembuatan sluran air, pembnagunan jalan jalan, pembentukan organisasi kepolisian secara permanen dan pembentukan armada laut.
Dalam hal pengelolaan zakat khalifah usman bin affan mendelegasikan keungan menaksir harta yang dizakati kepada pemiliknya masing masing. Disamping itu, khalifah Usman bin affan berpendapat bahwa zakat dikenakan terhadap harta milik seseorang setelah dipotong seluruh hutang – hutang yang bersangkutan.Memasuki enam tahun kedua masa pemerintahan Usman Bin Affan tidak terdapat perubahan situasi perekonomian yang cukup signifikasi karena khalifah usman itu banyak menguntungkan keluarganya.
Pada masa pemerintahannya yang berlangsung 12 tahun, khalifah usman bin Affan berhasil melakukan ekspensi kewilayaan armenia, tunesia, cyprus, rhodes, dan bagian tersisa dari persia, transoxania dan tabristan. Ia juga berhasil menumpas pemberontakan didaerah khurusan dan iskandariah.
Pada enam tahun masa pemerintahannya, khalifah usman bin affan melakukan penataan baru dengan mengikuti kebijakn umar Bin Khattab, dalam rangka membangun sumber daya alam ia melakukan pembuatan sluran air, pembnagunan jalan jalan, pembentukan organisasi kepolisian secara permanen dan pembentukan armada laut.
Dalam hal pengelolaan zakat khalifah usman bin affan mendelegasikan keungan menaksir harta yang dizakati kepada pemiliknya masing masing. Disamping itu, khalifah Usman bin affan berpendapat bahwa zakat dikenakan terhadap harta milik seseorang setelah dipotong seluruh hutang – hutang yang bersangkutan.Memasuki enam tahun kedua masa pemerintahan Usman Bin Affan tidak terdapat perubahan situasi perekonomian yang cukup signifikasi karena khalifah usman itu banyak menguntungkan keluarganya.
D. Sistem Ekonomi dan Fiskal Pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib
Setelah diangkat sebagai khalifah keempat oleh segenap kaum muslimin, Ali
Bin Abi Thalib langsung mengambil tindakan seperti memberhentikan para pejabat
yang korup, membuka kembali lahan perkebunan yang telah diberikan kepada
orang-orang kesayangan utsman, dan mendistribusikan pendapatan pajak tahunan
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan umar bin khattab.Masa pemerintahan
khalifah ali bin abi thalib yang hanya berlangsung selama 6 tahun selalu
diwarnai dengan ketidak stabilan kehidupan politik. Kebijakan Ekonomi Ali Bin
Ali Thallib:
a) Mengedepankan prinsip pemerataan dalam pendistribusian kekayaan negara kepada masyarakat.
b) Menetapkan pajak terhadap para pemilik kebun dan mengijinkan pemungutan zakat terhadap sayuran segar
c) Pembayaran gaji pegawai dengan system mingguan
d) Melakukan kontrol pasar dan pemberantas pedagang licik, penimbunan barang , dan pasar gelap
e) Aturan konpensai bagi para pekerja jika kereka merusak barang-barang pekerjaaannya.
a) Mengedepankan prinsip pemerataan dalam pendistribusian kekayaan negara kepada masyarakat.
b) Menetapkan pajak terhadap para pemilik kebun dan mengijinkan pemungutan zakat terhadap sayuran segar
c) Pembayaran gaji pegawai dengan system mingguan
d) Melakukan kontrol pasar dan pemberantas pedagang licik, penimbunan barang , dan pasar gelap
e) Aturan konpensai bagi para pekerja jika kereka merusak barang-barang pekerjaaannya.
Bab 4 : Kebijakan Fiskal Pada
Awal Pemerintahan Islam
A. Latar Belakang : Kondisi
Ekonomi Geografis Kota Madinah
1. Populasi
Jumlah populasi Madinah baik muslim
maupun non-muslim pada awal pemerintahan islam tidak dapat diketahui dengan
pasti. Namun dapat diperkirakan dengan merujuk pada catatan-catatan sejarah
tentang jumlah kaum muslimin yang ikut peperangan dimasa lalu.
Nama Perang
|
Waktu
|
Jumlah Pasukan
|
Perkiraan jumlah kaum muslimin
|
Badar
Uhud
Khandaq
Banu Quraidzah
Fathu Makkah
Hunayn
Tabuk
|
2 H
3 H
5 H
5 H
8 H
8 H
9 H
|
313
1.000
2.000
3.000
10.000
12.000
30.000
|
-
10.000
-
15.000
50.000
60.000
200.000
|
Indikator terbaik dalam menentukan
populasi penduduk madinah mungkin dapat diambil dari jumlah pasukan Muslim yang
ikut berperang dalam perang khandaq yang terjadi pada tahun 5 Hijrah.
Berdasarkan asumsi tersebut, berjumlah 15.000 orang. Peningkatan jumlah
penduduk sebesar 50 persen dalam kurun waktu 2 tahun sejak perang uhud bukanlah
mustahil.
2. Pekerjaan dan
Kesempatan Kerja
Berdasarkan faktor kelembapan dan
curah hujan yang memadai diatara kota-kota wilayah Hijaz, hanya Madinah dan
Thaif yang memiliki tanah yang subur. Oleh karena itu mata pencaharian khusus
penduduk Madinah adalah agrikultura, hortikultura, dan beternak.
Hasil pertanian utama di Madinah
adalah kurma, anggur, gandum, dan buah ara. Peternakan sapi, kambing unta,
domba, dan kuda menjadi salah satu aktivitas ekonomi yang diminati di daerah
tersebut. Berkat kebijakan dan tindakan Rasulallahu saw aktivitas pertanian
meningkat dan jumlah industri serta kerajinan tangan berkembang di Madinah.
Aktivitas ekonomi lainnya yang berlangsung pada masa pemerintahan Rasulallahu
adalah industri tenun, jahitan, konstruksi bangunan, pandai besi, kerajinan
kulit, dan pengeksploitasian sumber air. Disamping itu sektor perdagangan pun menjadi
salah satu sumber mata pencaharian di Madinah.
3. Pendapatan
Akibat kejahatan kaum quraisy dan
blokade ekonomi mereka terhadap kaum muslimin pendapatan kaum muslimin di Mekah
sebelum hijrah ke Madinah sangat rendah. Itu dikarenakan kaum Quraisy melarang
segala bentuk perdagangan dan hubungan ekonomi dengan kaum muslimin.
Berkat langkah-langkah yang diambil
Rasulallahu saw atas nama kaum muhajirin dan seluruh kaum muslimin di Madinah
dan Hijaz secara bertahap kesejahteraannya mengalami perkembangan.
B. Pendirian dan Pengaturan
Keuangan Publik
Keuangan publik
(Baitul Mal) adalah tempat pengumpulan dana atau pusat pengumpulan kekayaan
negara islam yang digunakan untuk pengeluaran tertentu. Pada awal perkembangan
islam, sumber utama pendapatan negara adalah Khums, zakat, kharaj dan jizyah. Jumlah,
jangka waktu serta penggunaannya telah
ditentukan oleh al-qur-an dan hadist Nabi. Pajak pertama, khums dikeluarkan pda
tahun 2 Hijriyah, sedangkan kharaj ditetapkan pada tahun 7 hijriyah setelah
penaklukan tanah khaibar.
Pusat pengumpulan dan pembagian dana
tersebut di mesjid yang didirikan oleh Nabi Muhammad saw sesaat setelah
peristiwa hijrah, dan dibuat bukan hanya sebagai tempat beribadat namun juga
dijadikan tempat silaturahmi, berdiskusi, dan dimesjid ini pula
perintah-perintah resmi dikeluarkan. Pengumpulan dana pada masa hijrah
dilakukan oleh para sahabat sekaligus bertugas menyebarkan islam.
Baitul Mal didirikan oleh Nabi, dengan
pengaturan yang fleksibel dan tidak terlalu birokratis. Dan pada masa pemerintahan
Abu Bakar tidak ada perubahan yang dilakukan terhadap pengaturan Baitul Mal.
Namun pada masa Umar akibat banyaknya ekspedisi dan meningkatnya pendapatan
kaum muslimin seperti pajak tanah taklukan sehingga membuat perubahan pada
sistem administrasi atas saran Homozan seorang tahanan Persia yang menerima
islam dan tinggal di Madinah, ia menjelaskan sistem administrasi yang dilakukan
oleh Raja Sasanian.
Sensus kaum
muslimin yang dilakukan pada akhir masa pemerintahan Rasulallahu tidak sempat
terselesaikan dikarenakan Nabi terlanjur wafat, dan terselesaikan pada masa
Umar. Ketika pemerintahan islam dipimpin oleh Khalifah Ali, ibukota dipindah
dari Madinah ke Kufah (ototmatis pusat Baitul Mal berpindah) akibat beberapa
alasan politik dan sosial. Perpindahan ini menguntungkan dikarenakan letaknya
secara geografis yang strategis, pada masa ini di setiap profinsi juga
didirikan Baitul Mal.
1. Kewajiban
Petugas Baitul Mal
Kewajiban petugas diuraikan dalam
surat keputusan yang dikeluarkan Khalifah Ali pada saat pengangkatan Malik
Al-Astar sebagai Gubernur Mesir. Khalifah Ali memberi nasihat kepada Malik
Al-Astar tentang institusi yang didirikan dengan baik sehingga dirinya dapat
menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan harapan. Dalam hal ini, Khalifah Ali
menentukan tugas Malik di Mesir sebagai berikut :
ü Mengatur dan
mengurus permasalahan dan kebutuhan masyarakat,
ü Memperbarui kota
tua dan membangun yang baru,
ü Mengumpulkan
Kharaj,
ü Mempersiapkan
pertahanan negara.
C. Pendapatan Baitul Mal
Berikut
diuraikan pendapatan Baitul Mal yang
terbagi atas :
1. Kharaj
Merujuk pada pendapatan yang diperoleh
dari biaya sewa atas tanah pertanian dan hutan milik umat islam. Bila tanah dan
kebun yang diolah serta dimiliki non-muslim jatuh ketangan orang islam akibat
kalah dalam pertempuran. Bukti sejarah menyebutkan bahwa pada masa pemerintahan
Khalifah Umar, Kharaj dari tanah hasil penaklukan tergantung pada tingkat
kesuburan, lokasi, serta lingkungan tanah itu berada.
Karakteristik-karakteristik lahan tersebut adalah sebagai berikut :
a.
Karakteristik
tanah, baik buruknya kondisi tanah, menyebabkan dapat diolah maupun tidak dapat
diolah;
b.
Karakteristik
hasil panen, mencakup mutu dan daya jual;
c.
Karakteristik
jenis irigasi terbagi atas empat kategori :
I.
Tanah
yang diirigasi oleh sungai maupun mata air,
II.
Tanah
yang diirigasi oleh tenaga seperti ember, saluran air, dan sebagainya,
III.
Tanah yang diairi oleh hujan atau tanaman yang
tidak membutuhkan irigasi
IV.
Tanah
yang tidak membutuhkan air dan kesuburannya didapatkan secara ilmiah.
2. Zakat
Merupakan sumber pendapatan penting
lainnya untuk keuangan negara di masa awal islam. Zakat yang dikumpulkan
berbentuk uang tunai (dirham dan dinar), hasil pertanian dan ternak. Zakat
ditarik dari seluruh pendapatan utama yaitu perdagangan, kerajianan, pertanian,
perkebunan, dan peternakan.
Pada saat Nabi Muhammad saw tinggal
di Makkah pada awal hijrah, pendapatan umat islam nihil. Namun secara perlahan
dengan langkah-langkah ekonomi dan politik yang diambil Nabi, pendapatan umat
islam pun meningkat dan pada tahun 8 H, hukum mengeluarkan zakat menjadi wajib.
Macam-macam zakat, diantaranya :
a.
Zakat
Dinar dan Dirham
b.
Nisab
(pendapatan minimum) zakat dinar dan dirham masing-masing 20 dinar dan 200
dirham. Denga n demikian, pendapatan yang kurang dari ukuran tersebut (nisab)
dibebaskan dari zakat yang dikeluarkan 1/40 atau 2.5 % dari jumlah nisab. Nisab
zakat perak adalah 200 dirham atau 140 mitsqal legal perak (105 mitsqal
umum/biasa) dan jumlah zakatnya adalah 2,5% atau 1/40 dari jumlah tersebut.
c.
Zakat
Hasil Pertanian dan karakteristiknya
Hasil pertanian yang dikenakan zakat
antara lain gandum (makanan pokok), barley (jelai), kismis dan kurma. Zakat pun
dikenakan pada domba, sapi dan unta namun jumlah rasionya tidak sama. Rincian
perhitungan zakat terhadap hal-hal yang telah disebutkan diatas adalah sebagai
berikut :
Jumlah
hasil panen yang kurang dari lima wasaq/setara dengan 847 kg tidak dikenai
zakat. Artinya petani yang panennya tidak melebihi jumlah tersebut dibebaskan zakat.
Zakat
tidak dihitung dari penghasilan kotor.
Zakat
hasil panen yang didapat dari lahan yang bergantung pada hujan adalah 10%
Masa
awal hitam zakat yang dikumpulkan terbatas pada hasil panen yang disebut diatas
karena hasil panen lainnya bukan makanan pokok masyarakat arab.
Empat
macam hasil panen yang dikenai zakat tersebut merupakan makanan pokok
masyarakat hijaz.
d.
Zakat
Ternak
Zakat
Domba
Jumlah
zakat domba, berdasarkan jumlah domba dan presentase zakatnya. Dapat dilihat
dalam tabel dibawah ini
Jumlah
Minimum Domba
|
Besar
Zakat
|
Preentase
Zakat
|
||
Minimum
|
Maksimum
|
|||
1-39
40-120
121-200
201-300
301-399
400-499
500-599
600-699
700-799
800-899
900-999
1000-1099
|
0
1
2
3
4
4
5
6
7
8
9
10
|
0
0,99
1
1
1
0,8
0,83
0,85
0,87
0,88
0,9
0,99
|
0
2,5
1,45
1,5
1,33
1
1
1
1
1
1
1
|
|
Zakat
Sapi
Jumlah
zakat sapi dihitung per sapi.
Zakat
Unta
Pemilik
peternakan unta yang memiliki kurang dari 4 unta tidak dipungut zakat.
3.
Khums (Seperlima)
Sumber pendapatan kas negara lainnya
adalah Khums seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an, sebagai berikut:
“Ketahuilah sesungguhnya apa saja yang kamu peroleh
‘ghanimtum’ maka sesungguhnya 1/5 untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak
yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil ” (QS. Al-anfal[8]: 41)
Menurut para ulama syi’ah berbeda dengan
jumhur ulama, menurut ulama Syi’ah ghanimah-secara etimologis dan merujuk
kepada hadist nabi dan pendapat imam syi’ah-mencaku segala sesuatu yang
memiliki nilai ekonomi.
4.
Jizyah
Sumber pajak lain pada masa awal islam
yaitu Jizyah yang dipungut dari non-muslim yang hidup dibawah pemerintahan
Islam tetapi tidak mau masuk islam. Pajak berupa pengganti dari imbalan atas
fasilitas ekonomi, sosial, dan layanan kesejahteraan yang mereka terima dari
pemerintahan islam.
5.
Pemasukan Lain
Sumber pemasukan lainnya adalah kafarat
atau denda yang dikenakan seorang muslim ketika melakukan pelanggaran, denda
dalam bentuk tunai/bentuk lain. Contohnya jika seorang muslim batal puasa 1
hari pada bulan Ramadhan, ia harus memberi makan 60 orang miskin, dalam jangka
waktu tertentu untuk menghapus dosanya.
D. Jenis Pengeluaran Baitul Mal dan Kebijakan Fiskal
Ada dua kebijakan yang
dilakukan oleh Rasulallahu Saw. dan empat khalifah pada permulaan islam untuk
pengembangan ekonomi serta peningkatan partisipasi kerja dan produksi yaitu:
Pertama,
Mendorong masyarakat melakukan aktivitas ekonomi, baik kelompok sendiri maupun
dengan kelompok lainnya
Kedua, Kebijakan
dan tindakan aksi dengan mengeluarkan dana Baitul Mal.
1. Penyebaran Islam
Rasulallahu Saw memulai dakwahnya di
Mekkah dengan menjelaskan ayat-ayat al-qur’an untuk mengajak penduduk makkah
kepada islam. Setelah hijrah ke madinah, disamping mengajak setiap mualaf untuk
mengajarkan qur’an dan mengajarkan infaq dijalan Allah SWT.
2. Gerakan
Pendidikan dan Kebudayaan
Rasulallahu memanfaatkan setiap
sumber daya untuk membuat mereka melekk huruf. Sebagai contoh, rasulallahu
memerintahkan Zayd bin Tsabit yang telah diajarkan membaca dan menulis oleh
seorang tawanan perang Badr, untuk mempelajari tulisan yahudi. Rasulallahu juga
menyatakan kepada seluruh tawanan perang Badr, jika mengajarkan sepuluh pemuda
Anshar membaca dan menulis, mereka akan dibebaskan, dengan cara itulah sahabat
yang melek huruf meningkat sehingga juru tulis dan baca rasulallahu tercatat
sebanyak 42.
3. Pengembangan
Ilmu Pengetahuan
Selama masa kepemimpinan Rasulallahu
dan khalifah yang empat, para ulama, ahli kedokteran, dan orang-orang yang
dapat menulis memperoleh penghargaan dan dimanfaatkan untuk menyebarkan ilmu
pengetahuan. Salah satu ahli kedokteran dimasa Rasulallahu adalah Harits bin
Katadah yang menyelesaikan pendidikannya di sekolah Jundany Shapur di Persia.
Selain itu, ahli kedokteran era
tersebut adalah Al-Nadr bin Al-Harits, putera harits bin Katadah, Damad
binTsa’labah Al-Azdi yang juga merupakan kepercayaan Rasulallahu dan Ibnu Abi
Ramtah Al-Tamimmi. Dalam sejarah terdapat beberapa nama muslimah dikenal
sebagai bidan diantaranya adalah Salma, istri Abu Rafi yang membantu putera
Rasulallahu, Ibrahim.
Rasulallahu memberi perhatian sangat
besar pada masalah kesehatan, seperti salah satu hadist rasulallahu yang paling
terkenal adalah “Kebersihan sebagian dari iman”. Berdasarkan 40 kebiasaan
Rasulallahu yang berisikan perintah dan himbauan kesehatan, Ibn Tarfan menyusun
sebuah buku berjudul “The Prophet’s Precepts on the Art of Medicine” yang
terbgi dalam 10 bab. Superioritas kaum muslimin di bidang medis, kimia da ilmu
pasti lainnya pada masa imam Ja’far Al-Sadiq dan Ali Al-Rida juga diakui.
Seni lain yang sangat penting pada
masa Rasulallahu adalah produksi senjata, diceritakan sahabat Rasulallahu izin
berangkat ke Persia dan membawa pulang empat ahli pembuat pedang, perisai,
helm, tombak, panah, dan busur. Selain itu Rasulallahu juga memerintahkan setiap
muslim untuk mempelajari bisnis dan profesi yang ada. Dengan dukungan ini seni tenun, jahit, pandai
besi, konstruksi, kerajinan kulit, penggalian, dan pemanfaatan air tanah ditata
menurut aturan Rasulallahu yang melibatkan para seniman dan perajin.
Pada masa pemerintahan Umar ibn
al-Khattab pun terdapat ilmu manajemen yang mengatur masalah akuntansi dan
fiskal baitul mal.Dan penaklukan Syria dan Mesir pada masa pemerintahan Umar
mengenalkan kaum muslim pada teknologi baru yaitu arsitektur dan tata kota yang
menghasilkan pembangunan kota kufah dan kisra atas perintah Umar.
Pada masa pemerintahan Ali, sebagai konsekuensi dari perhatiannya yang sangat
besar atas pengembangan ilmu pengetahuan, Basrah dan Kufah menjadi dua pusat
ilmu dan sastra. Dan langkah penting yang dilakukan Khalifah Ali pada masa
pemerintahannya adalah pencetakan mata uang koin atas nama negara islam, mata
uang yang digunakan adalah koin romawi dan persia yang bertuliskan “Allah itu satu Dia tidak beranak dan tidak
pula diperanakan. Dan tidak ada satupun yang setara dengan-Nya. Tidak ada tuhan
selain Allah, tiada sekutuu bagi-Nya. Muhammad adalah utusan Allah. Dia
mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar untuk dimenangkan atas
agama-agama lain sekalipun orang-orang musyrik itu benci.’ Dirham itu
dicetak di Basrah pada tahun 40 H. Dokumen ini menunjukan pada masa
pemerintahan Khalifah Ali, kaum muslimin telah menguasai teknologi peleburan
besi dan percetakan koin.
4. Pengembangan
Infrastsruktur
Disamping mendorong akttifitas
swasta, Rasulallahu Saw juga memberi perhatian khusus pada pembangunan
infrastruktur, selain membagikan tanah kepada masyarakat untuk pembangunan
pemukiman, Rasulallahu membangun kamar mandi disudut kota. Dan atas saran
sahabat Rasulallahu juga menentukan tempat tempat yang berfungsi sebagai pasar
di Madinah.
5. Pembangunan
Armada Perang dan Keamanan
Selama 11 tahun memimpin kaum
muslimin, Rasulallahu saw. terlibat dalam banyak pertempuran, ini terjadi
akibat serangan yang dilancarkan musuh-musush islam dalam upaya melenyapkan
islam dan Rasulallahu Saw. Peperangan yang pernah diikuti Rasulallahu sebanyak
26 atau 27 ghazwah (sebutan untuk perang yang diikuti Rasulallahu), sementara
pengiriman pasukan untuk menahan serangan musuh tercatat 36 sampai 66 sariyah
(Sebutan untuk perang yang tidak diikuti Rasulallahu). Menurut beberapa catatan
perang ini dimulai beberapa bulan sejak hijrah ke Madinah, sementara yang lain
menyebutkan dimulai pada tahun kedua Hijriyah
6. Penyediaan
Layanan Kesejahteraan Sosial
Sebagian dana Baitul Mal yang
digunakan Rasulallahu untuk mengatasi kelaparan yang menimpa orang fakir dan
miskin, penerimaan ini seperti zakat, khums, kharaj, jizyah, dan ghanimah.
7. Ruang Lingkup
Aktivitas baitul Mal
Analisis pengeluaran da Baitul mal
memperlihatkan bagaimana sektor layanan publik memegang peran aktif dalam
ekonom pada masa awal pemerintahan islam. Aktivitas ini meliputi perbaikan
pendidikan dan moral, penyebaran agama islam, membiasakan kaum muslimin dengan
pengetahuan baru, serta memasukan dan mensosialisasikan berbagai teknik baru.
E. Instrumen
Kebijakan Fiskal
1. Peningkatan
Pendapatan Nasional dan Tingkat Partisipasi Kerja
Tahap awal dalam rangka meningkatkan
permintaan agregat (Aggregate Demand) masyarakat muslim di Madinah, Rasulallahu
saw. melakukan kebijakan mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Anshar,
hal ini menyebabkan distribusi pendapatan dari kaum anshar ke kaum Muhajirin
yang berimplikasi pada peningkatan permintaan total di madinah.
Selain itu, Rasulallahu Saw.
menerapkan kebijakan penyediaan lapangan pekerjaan bagi kaum muhajirin
sekaligus peningkatan pendapatan kaum muslimin dengan mengimplementasikan akad
muzara’ah, musaqat, dan muharabah. Rasulallahu juga membagikan tanah kepada
kaum muhajirin untuk pembangunan pemukiman yang berimplikasi kepada peningkatan
partisipasi kerja dan aktivitas pembangunan pemukiman di Madinah. Sehingga
kesejahteraan kaum Muslimin mengalami peningkatan.
2. Kebijakan Pajak
Penerapan kebijakan pajak yang
dilakukan Rasulallahu saw. seperti kharaj, Khums, dan zakat menyebabkan
terciptanya kestabilan harga dan mengurangi inflasi. Pajak Khums mendorong
stabilitas pendapatan dan produksi total pada saat terjadi stagnasi dan
penurunan permintaan dan penawaran agregat. Kebijakan ini juga menyebabkan
penurunan harga ataupun jumlah produksi.
3. Anggaran
Pengaturan APBN yang dilakukan Rasulallahu
Saw secara cermat, efektif, dan efisien menyebabkan jarang terjadinya defisit
anggaran meskipun sering terjadi peperangan.
4. Kebijakan Fiskal
Khusus
Rasulallahu Saw
menerapkan beberapa kebijakan fiskal
khusus untuk pengeluaran negara. Dengan empat cara :
Meminta
bantuan kaum muslimin secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan pasukan muslimin
Meminjam
peralatan dari kaum non-muslim secara Cuma-Cuma dengan jaminan pengembalian dan
ganti rugi bila terjadi kerusakan.
Meminjam
uang dari orang-orang tertentu untuk diberikan kepada para muallaf.
Menerapkan
kebijakan insentif untuk menjaga pengeluaran dan meningkatkan partisipasi kerja
dan produksi kaum muslimin.
Bab 5 : Uang dan Kebijakan Moneter
pada Awal Pemerintahan Islam
A. Latar Belakang : Signifikansi
Perdagangan dan Alat Pertukaran
Dengan
timbulnya pasar-pasar musiman yang ada di daerah Yaman, Hijaz, dan syam
terutama di San’a (Ibukota Yaman), Yasrib dan makkah, para khalifah dagang memperoleh
keuntungan dan dapat melakukan perdagangan.
B. Penawaran dan Permintaan Uang
Bagian
ini mengenai mata uang, yang dimaksud adalah dinar dan dirham yang merupakan
satuan moneter di kerajaan Roma dan Persia. Pada masa pemerintahan Nabi
Muhammad Saw di Madinah, kedua mata uang ini diimpor, dinar dari roma dan
dirham dari persia. Besarnya volume impor dinar dan dirham dan juga
barabg-barang komoditas bergantung kepada volume komoditas yang diekspor ke
kedua negara tersebut dan kewilayah yang ada pada kekuasaannya. Selama
pemerintahan Rasulallahu Saw uang ridak dipenuhi dari keuangan negara semata
melainkan dari hasil perdagangan dengan luar negeri.
C. Percepatan Sirkulasi Uang
Faktor
lain yang memiliki pengaruh terhadap stabilitas nilai uang adalah percepatan
peredaran uang. Sistem pemerintahan yang legal, terutama perangkat hukum yang tegas
menentukan peraturan etika dagang dan penggunaan uang memiliki pengaruh yang
signifikan dalam meningkatkan pemercepatan peredaran uang. Larangan terhadap
Kanz (penimbunan uang untuk spekulasi) cenderung mencegah dinar dan dirham
keluar dari perputaran. Singkatnya kebijakan-kebijakan Rasulallahu memiliki
peranan penting dalam meningkatkan pemercepatan peredaran uang secara
signifikan.
D. Pengaruh Kebijakan Fiskal
terhadap Nilai Uang
Pada
awal-awal masa pemerintahan nabi, perekonomian mengalami penyusutan permintaan
efektif.Perpindahan kaum muslimin dari Makkah ke Madinah yang tidak dibekali
dengan kekayaan ataupun simpanan dan juga keahlian, padahal keduanya sangat
dibutuhkan di Madinah-telah menciptakan perekonomian yang rendah. Kebijakan
yang diambil biasanya disertai dengan peningkatan jumlah permintaan, juga
peningkatan kemampuan produksi dan ketenagakerjaan dan secara positif
memengaruhi nilai. .
E. Mobilisasi dan Utilisasi
Tabungan
Salah
satu tujuan khusus perekonomian pada awal perkembangan islam adalah
peginvestasian tabungan yang dimiliki masyarakat. Hal ini diwujudkan dengan
cara:
1. Mengembangkan
peluang investasi yang syar’i secara legal
2. Mencegah
kebocoran atau penggunaan tabungan untuk tujuan yang tidak islami
Pengembangan peluang investasi
islami secara legal dilakukan dengan mengadopsi sistem investasi konvensional
yang kemudian disesuaikan sehingga pihak surplus (pemegang tabungan) dan
entrepreneurs dapat bekerja sama dengan exante agreement share yang
menghasilkan nilai tambah.
F. Praktik Bisnis Ilegal
Islam
membuat kebijakan yang mendorong mengalirnya tabungan kearah investasi
sekaligus mencegah terjadinya penyimpangan penggunaan tabungan pada hal-hal
yang tidak diinginkan dan sia-sia dengan batasan-batasan yang ada. Beberapa
batasan itu antara lain:
1. Kanz (Penimbunan
Uang)
Kegiatan
menimbun uang (dirham atau dinar)
2. Riba
Adalah suatu
ketika terjadi utang piutang, kreditur menginginkan pada saat pelunasan uang
yang diterima lebih besar dari yang diutangkan, selain itu dalam kasus pedagang
menukarkan barangnya dengan barang sama dalam jumlah yang lebih sedikit.
3. Kali-bi-kali
Uang dan barang
yang dipertukarkan selang beberapa waktu setelah kontrak ditandatangani, dan
ini tidak diperbolehkan dalam islam.
G. Instrumen Kebijakan Moneter
Tidak
ada satu pun instrumen kebijakan moneter yang digunakan saat ini diberlakukan
pada masa awal periode keislaman.
H. Metode Alokasi Kredit
Pada
periode awal islam, tidak adanya pasar utang atau future markets dan harta yang
disimpan tidak menghasilkan bunga. Pasar yang aktif hanyalah pasar
barangkonsumsi dan investasi. Jual beli secara kredit, jual beli instrumen
utang, perjanjian kerja sama dan kontrak legal lainnya adalah beberapa
fasilitas yang mendukung transaksi tunai dan kredit yang diperbolehkan islam.
Bab 6 : Peranan Harta Rampasan
Perang pada Awal Pemerintahan Islam
A. Latar Belakang
Di
kalangan para orientalis, menyatakan bahwa pada masa pemerintahan islam, harta
rampasan perang memiliki peranan yang sangat signifikan dalam menopang
kehidupan kaum muslimin, dan berbagai ekspedisi yang dilakukan kaum muslim
dilandasi semangat untuk memperoleh harta rampasan perang, sehingga ajaran yang
dibawa Rasulallahu Saw dapat tumbuh dan berkembang dengan pesat diseluruh
Jaizirah Arab.
Namun
banyak sejarahwan muslim yang tidak mengakui kepentingan ekonomi dari ekspedisi
itu, dan di lain sisi ada pula yang berpendapat bahwa gerakan militer
Rasulallahu menyebabkan bertambahnya kekayaan kaum muslimin dalam skala
menengah, bahkan beberapa penulis modern berpendapat hampir serupa dengan
argumen yang dikemukakan penulis orientalis.
B. Berbagai Ekspedisi yang
dilakukan Kaum Muslimin pada Masa Pemerintahan Rasulallahu Saw.
1. Ekspedisi Tahun
Pertama
Ekspedisi masa ini sebanyak 74 kali
atau dalam riwayat lain 90 kali atau lebih, seluruh ekspedisi baik ghazawat
maupun saraya bukanlah gerakan militer tetapi hanya misi politik atau
perjalanan dakwah.
2. Ekspedisi Tahun
Kedua
Dimulai dengan peperangan dengan
Bani Qainuqa, salah satu kaum Yahudi terkemuka di Madinah, setelah melewati
proses pengepungan selama beberapa hari, mereka menyerah pada kaum muslimin.
3. Ekspedisi Tahun
Ketiga
Pada tahun ketiga ini (624-625 M),
terdapat tujuh ekspedisi yang dilakukan kaum muslimin, dari seluruh ekspedisi
tersebut hanya tiga yang mendapat keuntungan ekonomis diantaranya perang
Ghazwah kudur.
4. Ekspedisi Tahun
Keempat
Pada tahun keempat setelah
hijrah(625-626 M), melakukan tujuh ekspedisi, dua diantaranya menghasilkan
harta rampasan perang. Yang pertama adalah sariyah Abu Salamah ibn abdul asad
yang dikirim ke Qathan. Dan yang kedua merupakan ekspedisi terakhir pada tahuun
ini adalah ghazwah melawan bangsa yahudi bani nadhir di madinah.
5. Ekspedisi Tahun
Kelima
Pada tahun kelima Hijrah (626-627 H)
sebanyak lima buah dan tiga diantaranya menghasilkan harta rampasan perang.
6. Ekspedisi Tahun
Keenam
Pada tahun keenam hijriyah (Juni 627
– Mei 628 M) terdapat tiga ghazwah dan 18 saraya. Tidak ada ghazwah yang
menghasilkan harta rampasan dan hanya tujuh saraya yang menghasilkan keuntungan
materi.
7. Ekspedisi Tahun
Ketujuh
Pada tahun ketujuh hijriyah (628-629
M), kaum muslimin melakukan empat belas
buah ekspedisi yang terdiri dari enam ghazawat dan delapan saraya. Salah satu
ghazawah terjadi bersamaan dengan pelaksanaan ibadah haji di Mekah pada saat
Nabi ke Mekah. Sebagian besar ekspedisi ini menghasilkan harta rampasan baik
dalam bentuk harta bergerak ataupun harta tidak bergerak.
8. Ekspedisi Tahun
Kedelapan
Pada tahun kedelapan hijriyah
(629-630 M) hanya enam ekspedisi yang menghasilkan harta rampasan perang.
9. Ekspedisi Tahun
Kesembilan
Sebagian besar ekspedisi pada tahun
ke sembilan hijriyah (630-631 M) berhasil mendapatkan harta rampasan perang
baik jumlah kecil maupun jumlah besar.
10. Ekspedisi Tahun
Kesepuluh
Pada tahun ke sepuluh hijriyah
(631-632 M) hanya satu ekspedisi yaitu sariyah Ali bin Abi Thaib ke Yaman yang
berhasil memperoleh harta rampasan perang, berupa hewan ternak, tawanan, baju
dll.
C. Total Perkiraan Perolehan
Harta Rampasan Perang
Berdasarkan
fakta dan data, harta rampasan perang yang diperoleh kaum muslimin pda 10 tahun
masa kepemimpinan Rasulallahu SAW. Dapat diketahui pada beberapa kasus
tertentu, setengah dari kurun waktu tersebut hanya berhasil memperoleh sebagian
kecil harta rampasan perang (selama melawan suku yahudi di Madinah dan
suku-suku wilayah selatan). Harta rampasan perang yang jumlahnya besar. Untuk
menghindari setiap kesalahan dalam melakukan estimasi, jumlah harta rampasan
perang diberikan marjin hinga mencapai level yang aman.
Estimasi
nilai penerimaan harta rampasan perang pada masa pemerintahan Rasulallahu Saw.
Tahun
|
No.
|
Ekspedisi
|
Estimasi Nilai Harta Rampasan Perang (Dirham)
|
2 H
(624
M)
|
1
2
3
4
|
Nakhlah
Badr
al-Kubra
Bani
Qainuqa
Al-Sawiq
|
20.000
160.000
250.000
2.000
|
3 H
(624-625
M)
|
5
6
7
|
Al-Kudr
Al-Qaradah
Uhud
|
20.000
100.000
616
|
4 H
(625-626
M)
|
8
9
|
Al-Qatan
Al-Nadir
|
520.400
300.000
|
5 H
(626-627
M)
|
10
11
12
13
|
Dumah
Al-Muraisy
Al-Khandaq
Bani
Quraizhah
|
10.000
200.000
2.000
720.000
|
6 H
(627-628
M)
|
14
15
16
17
18
19
20
|
Al-Qurata
Al-Ghamr
Dzul
Qassah
Al-Jamun
Al-Taraf
Fadak
Bani
Fazarah
|
70.000
|
7 H
(628-629
M)
|
21
22
23
24
25
26
|
Khaibar
Fadak
Tayma
Wadi
Al-Qura
Najed
Fadak
|
650.000
|
27
28
|
Al-Mayfa’ah
Al-Jihab
|
200.000
|
|
8 H
(629-630
M)
|
29
30
31
32
33
|
Al-Kadid
Al-Siy
Mu’tah
Al-Khadirah
Fath
Al-Makkah
|
50.000
|
34
|
Hunain
|
3.200.000
|
|
9 H
(630-631
M)
|
35
36
37
|
Bishah
Al-Fuls
Dumah
|
150.000
|
10 H
(631-632 M) |
38
|
Al-Yaman
|
|
|
|
TOTAL
|
6.157.016
|
D. Kesimpulan
1. Harta Rampasan
Perang sebagai Alat untuk Menafkahi Hidup
Jumlah total
harta rampasan perang hanya cukup unutuk menghidupi 207 keluarga selama periode
10 tahun yang mencakup penduduk muslim dari Madinah saja tidak termasuk
semenanjung Arab yang berjumlah lebih besar.
2. Pengeluaran
Selama Ekspedisi
Pengeluaran atas
20.000 unta dan 10.000 kuda berkisar sepertiga juta dirham, terlepas dari
senjata, pakaian, makanan, bahan makanan,dll. Dan total tentara kaum muslimin
selama 10 tahun terlibat pepranagan adalah 100.000 orang.
3. Kerugian-kerugian
Akibat Berbagai Ekspedisi
Selain
biaya-biaya yang terkait langsung untuk para anggota pasukannya, kaum muslimin
juga harus mengeluarkan biaya-biaya yang tidak terkait secara langsung yang
dapat mengurangi tingkat perolehan harta rampasan perang, contoh biaya untuk
para tawanan dan tahanan perang.
4. Kondisi
Perekonomian Kaum Muslimin
Perekonomian Islam di Jazirah Arab
berlangsung selama 10 tahun sejak pertama kali dideklarasikannya pemerintahan
Islam Madinah mempunyai empat aktivitas yakni, perdagangan dan perniagaan,
pertanian, kerajinan, manufaktur serta pekerja kasar. Harta rampasan perang
tidak memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan income (pendapatan) kaum muslimin. Dari
total pendapatan masyarakat Madinah, harta rampasan perang hanya memberikan
kontribusi sebesar 2%, sementara 98% lainnya merupakan kontribusi berbagai
aktivitas ekonomi yang berlangsung secara normal.
5. Nilai Rill Harta
Rampasan Perang
Kontribusi harta
rampasan perang tidak memainkan peranan yang besar dalam perekonomian umat
islam, terutama di Madinah. Hal yang seharusnya ditanamkan dalam pikiran kita
adalah bahwa harta rampasan perang hanya merupakan motivasi untuk melakukan
serangan penyerangan. Dapat disimpulkan bahwa harta rampasan perang memberikan
stimulus bagi perkembangan perekonomian kaum muslimin di Madinah yang bertumpu
pada aktivitas pertanian dan perdagangan yang kuat dan dilandasi oleh nilai-nilai ketekunan dan kedamaian.
Sejarah Ekonomi
Islam 2
II. Overview dan Sumbangan Ilmu pada
Ekonomi Islam
Bab 7 : Pemikiran Ekonomi Abu Yusuf (113-182 H/ 731-798 M)
Bab 7 : Pemikiran Ekonomi Abu Yusuf (113-182 H/ 731-798 M)
Beberapa karya tulisnya yang
terpenting adalah Al-Jawami, Ar-Radid ala Siyar al-auzai, al-atsar, ihtilaf Abi
Hanifah wa ibn Abi Laila, adab al-qadhi, dan al-Kharaj. Al-Kharaj adalah buku
tentang perpajakan didasarkan perintah dan pertanyaan Khalifah Harun ar-Rasyid
mengenai berbagai persoalan. Dalam buku tersebut pun membahas ghanimah, fai,
kharaj, ushr, jizyah,dan shadaqah yang dilengkapi dengan cara-cara mengupulkan
dan mendistribusikan harta sesuai syariah islam berdasarkan dalil naqilah
(Al-qur’an dan hadist) dan aqliah (Rasional)
Bab 8 : Pemikiran Ekonomi Al-Syaibani (132-189 H/ 750-804 M)
Dalam menuliskan pokok-pokok
pemikiran fiqihnya, Al-Syaibani menggunakan istihsan
sebagai metode ijtihadnya. Kitab-kitabnya dapat diklasifikasikan kedalam
dua golongan, yaitu :
a. Zhahir al-Riwayah, yaitu kitab
yan ditulis berdasarkan pelajaran yang diberikan abu hanifah seperti al-mabsut,
al-jami al-khabir, al-jami alshaghir, al-siyar al-kabir, al-siyar al-shaghir,
dan ziyadat. Semuanya dihimpun Abi Al-fadhl Muhammad ibn Ahmad al-Maruzi.
b. Al-Nawadir, yaitu kitab yang
ditulis berdasarkan pandangannya sendiri, seperti Amali Muhammad fi al-fiqh,
al-Ruqayyat, al-Makharij fi al-Hiyal, al-Radd ala ahl Madinah, Al-Ziyadh,
Al-atsar, dan al-kasb. Al-kasb (Kerja) adalah kitab yang lahir sebagai respon
terhadap sikap zuhud yang tumbuh dan berkembang pada abad kedua Hijriyah.
Secara keseluruhan kitab ini mengemukakan kajian mikroekonomi yang berkisar
teori kasb (pendapatan) dan sumber-sumbernya serta pedoman perilaku produksi
dan konsumsi. Kitab ini termasuk kitab pertama di dunia islam yang membahas
permasalahan ini.
Bab 9 : Pemikiran Ekonomi Abu
Ubaid (150-224 H)
Salah satu karyanya adalah
kitabal-amwal yang terbagi kedalam beberapa bab dan bagian yang tidak
proposional isinya.Kitab ini menguraikan tentang berbagai jenis pemasukan
negara yang dipercayakan kepada penguasa atas nama rakyat serta berbagai
landasan hukumnya dalam al-qur’an dan sunnah. Tiga bagian awal kitab ini
meliputi beberapa bab yang membahas penerimaan fai. Dan juga di bab selanjutnya
berisi pembahasan mengenai pertahanan, administrasi, hukum internasional, dan
hukum perang.
Bab 10 : Pemikiran Ekonomi Yahya
Bin Umar (213-289 H)
Disamping aktif mengajar Yahya
Bin Umar banyak menghasilkan karya tulis mencapai 40 juz. Beberapa karyanya
yang terkenal adalah kitab al-muntakhabahfi ikhtishar al-mustakhrojah fi
al-fiqh al-maliki dan kitab ahkam al-suq. Kitab ahkam al-suq berasal dari benua
afrika bada abad ketiga Hijriyah yang merupakan kitab pertama di dunia yang
khusus membahas hisbah dan berbagai
hukum pasar.
Bab 11 : Pemikiran Ekonomi
Al-Mawardi (364-450 H/974-1058 M)
Pada dasarnya, pemikiran ekonomi
Al-Mawardi tersebar pada tiga buah karya tulisnya. Yaiutu kitab Adab ad-Dunya
wa ad-Din, al-hawi dan Al-Ahkam as-Sulthaniyyah. Dalam kitab Adab ad-Dunya wa
ad-Din memaparkan tentang perilaku ekonomi seorang muslim serta empat jenis
mata pencaharian utama, yaitu pertanian, peternakan, perdagangan, dan industri.
Dan kitab al-Hawi salah satu bagiannya penulis membahas khusus tentang mudharabah dalam pandangan berbagai
mazhab. Dalam kitab Al-Ahkam as-Sulthaniyyah, banyak menguraikan sistem
pemerintahan dan administrasi negara islam, seperti hak dan kewajiban penguasa
terhadap rakyatnya, berbagai negara, penerimaan dan pengeluaran negara, serta
institusi hisbah.
Bab 12 : Pemikiran Ekonomi
Al-Ghazali (450-505 H/1058-1111 M)
Al-Ghazali diperkirakan telah
menghasilkan 300 buah karya tulis meliputi berbagai disiplin ilmu seperti
logika, filsafat, moral, moral, tafsir, fiqih, ilmu-ilmu al-qur’an tasawuf,
politik, administrasi, dan perilaku ekonomi.
Bab 13 : Pemikiran Ekonomi Ibn
Taimiyah (661-728 H/1263-1328 M)
Pemikiran ekonomi Ibnu Taimiyah
banyak diambil dari berbagai karya tulisnya, antara lain Majmu Fatawa Syaikh
al-islam, as-siyasah asy-syar’iyyah fi ishlah ar-Ra’i wa ar-Ra’iyah dan
al-Hisbah fi Al-islam, membahas harga yang adil, mekanisme pasar, dan regulasi
harga.
Bab 14 : Pemikiran Ekonomi Al-Syatibi (790 H/1388 M)
karya ilmiahnya diantara Syarh
Jalil ala al-khulashah fi al-nahw dan ushul al-nahw dalam bidang ushul fiqih.
Bab 15 : Pemikiran Ekonomi Ibn
Khaldun (732-808 H/1332-1406 M)
Karya terbesar Ibn Khaldun adlah
Al-Ibar (Sejarah Dunia). Yang terdiri dari tiga buah buku yang terbagi kedalam
tujuh volume, yakni Muqaddimah (satu volume), Al-Ibar (empat volume), dan
Al-Ta’rif bi Ibn Khaldun (2 Volume). Secara garis besar karya ini merupakan
sejarah umum tentang kehidupan bangsa arab, yahudi, Yunani, Romawi, Bizantium,
Persia, Goth, dan semua bangsa yang dikenal masa itu. Beliau mencampur
pertimbangan-pertimbangan filosofi, sosiologis, etis, dan ekonomis dalam
tulisannya.
Bab 16 : Pemikiran Ekonomi
Al-Maqrizi (766-845 H/ 1364-1442 M)
Al-Maqrizi sangat produktif
menulis berbagai bidang ilmu, terutama sejarah islam. Lebih dari seratus karya
tulis telah digasilkannya baik berupa buuku kecil hingga besar. Buku-buku kecil
terbagi dalam beberapa kategori diantaranya pertama, membahas beberapa
peristiwa sejarah umum. Kedua, berisi ringkasan sejarah beberapa penjuru dunia
islam yang belum terbahas oleh sejarahwan lainnya. Ketiga, menguraikan biografi
singkat para raja. Keempat, mempelajari beberapa aspek ilmu murni atau sejarah
beberapa aspek sosial dan ekonomi di dunia islam pada umumnya, dan mesir pada
khususnya.
Sedangkan karyanya berbentuk buku
besar terbagi dalam tiga kategori. Pertama, membahas tentang sejarah dunia.
Kedua, menjelaskan sejarah islam umum. Ketiga, menguraikan sejarah mesir pada
masa islam.
From : Buku Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam by Adiwarman A. Karim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar