Kamis, 24 Januari 2013

Sejarah Ekonomi Islam



Sejarah Ekonomi Islam 1

I.                   Sejarah Perekonomian Umat Islam pada Masa Awal Pemerintahan Rasulallahu SAW dan Al-Khulafa Ar-Rasyidun

Bab 1 : Islam dan Perkembangan Pemikiran Ekonomi
A. Islam Sebagai Sistem Hidup (Way of Life)
            Dalam Islam, Prinsip utama dalam kehidupan adalah Allah SWT. Merupakan zat yang Maha esa, satu-satunya Tuhan dan Pencipta seluruh alam semesta beserta isinya. Ia adalah Subbuhun dan Quddusun, yakni bebas dari kekurangan, kelemahan, kesalahan serta suci dan bersih dalam segala hal.
            Sementara itu manusia diciptakan dalam bentuk yang paling baik dan melaksanakan tugas kekhalifahan dalam kerangka pengabdian kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman:
“Orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka dimuka bumi ini, nsicaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang munkar ” [QS Al-Hajj (22) : 41]
Ayat tersebut menyatakan, mendirikan shalat merupakan refleksi hubungan yang baik dengan Allah SWT, dan menunaikan zakat merupakan refleksi keharmonisan hubungan dengan sesama manusia, sedangkan ma’ruf berkaitan dengan semua yang dianggap baik oleh agama, akal, serta budaya dan munkar sebaliknya.
            Untuk mencapai tujuan tersebut, Allah SWT  menurunkan Al-Qur’an sebagai hidayah atas segala persoalan akidah. Syariah, dan akhlak. Akidah dan akhlak merupakan  dua komponenajaran islam yang bersifat konstan/ tetap (tidak mengalami perubahan terkait tempat dan waktu), sedangkan syariah senantiasa berubah sesuai kebutuhan dan taraf peradaban umat, bersifat komprehensif (merangkum seluruh aspek kehidupan, ritual/ibadah maupun sosial/muamalah) dan universal berarti syariah islam  diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai yaum al-hisab nanti. Adapun untuk merespon  perputaran zaman dan mengatur kehidupan duniawi manusia secara terperinci, Allah SWT menganugerahi akal pikiran dalam hal ini Nabi Muhammad SAW bersabda:
“kamu lebih mengetahui urusan keduniaanmu” (Riwayat Muslim)

B. Kedudukan Akal dalam Islam serta Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Ilmu Pengetahuan
            Dalam pengertian islam, akal adalah daya berpikir yang terdapat dalam jiwa manusia, yaitu daya memperoleh pengetahuan dengan memerhatiakn alam sekitar/semesta. Dalam al-qur’an banyak terdapat anjuran, dorongan bahkan perintah agar manusia mempergunakan akalnya, Allah SWT berfirman:
Ini adalah sebuah kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran” [QS. Shad (38): 29]
Rasulallahu Saw pun menyerahkan berbagai urusan duniawi yang bersifat deail dan teknis kepada akal manusia.
            Kedua nash, tersebut menjelaskan bahwa akal memiliki kedudukan yang tinggi dan penting dalam ajaran agama islam. Dan ini semua dapat mendorong kemajuan ilmu pengetahuan, sebagai hasilnya muncul para cendikiawan di berbagai bidang termasuk di ekonomi, pemikiran mereka sangat mendomisili  peradaban dunia sejak abad VII hingga abad XIII Masehi.
C. Sejarah Pemikiran Ekonomi dalam Islam
            Kontribusi kaum muslim  yang sangat besar terhadap kelangsungan dan perkembangan pemikiran ekonomi dan peradaban dunia umunya, telah diabaikan oleh para ilmuwan barat. Menurut Capra meski sebagian besar kesalahan umat muslim dikarenakan tidak mengartikulasikan secara memadai kaum muslim, tetap saja ilmuwan barat memiliki andil karena tidak memberikan penghargaan yang layak bagi kemajuam manusia.
            Ini semua disebabkan ilmuwan barat tidak menyadari sejarah pengetahuan merupakan suatu prosesn kesinambungan yang dibangun dengan fondasi yang diletakkan oleh generasi sebelumnya. Menurut Capra, Schumpeter mungkin tidak akan mengasumsikan adanya kesenjangan selama 500 tahun, dan mencoba menemukan fondasi diatas para ilmuwan skolastik dan barat mendirikan bangunan intelektual mereka.
            Meski telah memberikan kontribusi yang besar, sebaliknya kaum muslimin tidak lupa mengakui utang mereka kepada para ilmuwan Yunani, Persia, India, dan Cina. Hal ini mengindikasikan inklusivitas para cendikiawan muslim masa lalu terhadap berbagai ide pemikiran dunia luar selam tidak bertentangan dengan ajaran islam. Dan berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Hadist Nabi, konsep dan teori ekonomi islam merupakan respun para cendikiawan muslin terhadap tantangan ekonomi pada waktu-waktu tertentu (Zaman). Dengan begitu pemikiran ekonomi islam seusia islam itu sendiri.
            Praktik dan kebijakan ekonomi masa Rasulallahu dan Al-Khulafa  Al-Rasyidun merupakan contoh empirisyang menjadi pijakan cendikiawan muslim melahirkan teori-teori ekonominya. Fokus perhatian mereka tertuju pada pemenuhan kebutuhan, keadilan, efisiensi, pertumbuhan dan kebebasan yaitu objek utama yang menginspirasi pemikiran ekonomiislam sejak awal. Berkenaan dengan hal itu, shiddiqi menguraikan sejarah ekonomi islam dalam tiga fase, yaitu fase dasar-dasar ekonomi islam, fase kemajuan dan fase stagnasi, sebagai berikut.

   1. Fase Pertama
            Merupakan fase abad awal sampai dengan abad ke-5 Hijriyah/ abad masehi, yang dirintis oleh para fukaha diikuti sufi dan kemudian oleh filosof. Awalnya pemikiran mereka  berasal dari orang yang berbeda, namun kemudian hari para ahli harus memiliki dasar kemampuan dari ketiga disiplin tersebut. Fokus fiqih adalah apa yang diturunkan syariah dan para fukaha mendiskusikan fenomena ekonomi dengan mengacu pada al-qur’an dan hadist Nabi, mereka mengeksplorasi konsep maslahah (utility) dan mafsadah (disutility) terkait aktivitas ekonomi.
            Pemikiran terfokus pada apa manfaat sesuatu yang dianjurkan dan apa kerugian bila melaksanakan apa yang dilarang agama. Pemaparan ekonomi para fukaha tersebut mayoritas bersifat normatif dengan wawasan positif ketika berbicara tentang perilaku yang adil, kebijakan yang baik, dan batasan-batasan yang diperbolehkan berkaitan dengan permasalahan dunia. Sedangkan kontribusi utama tasawuf terhadap pemikiran ekonomi adalah pada keajegannya mendorong kemitraan yang saling menguntungkan, tidak rakus, dalam memanfaatkan kesempatan yang diberikan Allah SWT, serta menoak penempatan tuntutan kekayaan dunia yang terlalu tinggi. Tokoh-tokoh pemikir ekonomi islam pada fase pertama antara lain diwakili oleh :
a.       Zaid bin Ali (80-120 H/699-738 M)
            adalah pengagas awal penjualan suatu komoditi secara kredit dengan harga yang lebih tinggi dari harga tunai.
b.      Abu Hanifah (80-150 H/699-767 M)
            lebih dikenal sebagai imam madzhab hukum yang sangat rasionalistis, Ia juga menggagas keabsahan dan kesahihan hukum kontrak jual beli dengan apa yang dikenal dewasa ini dengan bay’ al-salām dan al-murābah
c.       Abu Yusuf (113-182 H/731-798 M)
            adalah seorang hakim dan sahabat Abu Hanifah. Ia dikenal dengan panggilan jabatanya (akīm al-Qadli H) Abu Yusuf Ya’qub Ibrahim dan dikenal perhatianya atas keuangan umum serta perhatianya pada peran negara, pekerjaan umum, dan perkembangan pertanian. Ia pun dikenal sebagai penulis pertama buku perpajakan, yakni Kitab al-Kharaj. Karya ini berbeda dengan karya Abu ‘Ubayd yang datang kemudian. Kitab ini, sebagaimana dinyatakan dalam pengantarnya, ditulis atas permintaan dari penguasa pada zamanya, yakni Khalifah Harun al-Rasyid, dengan tujuan untuk menghindari kedzaliman yang menimpa rakyatnya serta mendatangkan kemaslahatan bagi penguasa. Oleh karena itu, buku ini mencakup pembahasan sekitar jibayat al-kharaj, al-‘usyur, al-shadaqat wa al-jawali (al-jizyah). Tulisan Abu Yusuf ini mempertegas bahwa ilmu ekonomi adalah bagian tak terpisahkan dari seni dan menejemen pemerintahan dalam rangka pelaksanaan amanat yang dibebankan rakyat kepada pemerintah untuk mensejahterakan mereka. Dengan kata lain, tema sentral pemikiran ekonominya menekankan pada tanggungjawab penguasa untuk mensejahterakan rakyatnya. Ia adalah peletak dasar prinsip-prinsip perpajakan yang dikemudian hari “diambil” oleh para ahli ekonomi sebagai canons of taxation. Sedangkan pemikiran kontroversialnya ada pada pandanganya yang menentang pengendalian harga atau tas’ir, yakni penetapan harga oleh penguasa. Sedangkan Ibn Taymiyyah memperjelas secara lebih rinci dengan menyatakan bahwa tas’ir dapat dilakukan pemerintah sebagai bentuk intervensi pemerintah dalam mekanisme pasar. Hanya saja, ia mempertegas, kapan tas’ir dapat dilakukan oleh pemerintah dan kapan tidak, dan bahkan kapan pemerintah wajib melakukanya.
d.      Muhammad bin Hasan Al-Syaibani (132-189 H/ 750-804 M)
            Adalah salah satu rekan sejawat Abu Yusuf dalam mazhab hanafiyah. Risalah kecilnya berjudul al- fi ar-Rizq al-Mustathab membahas pendapatan dan belanja rumah tangga. Ia mengklasifikasikan jenis pekerjaan kedalam empat hal, yakni ijarah (sewa-menyewa), tijarah (perdagangan), zira’ah (Pertanian), Shina’ah (Industri). Dan ia menilai pertanian adalah pekerjaan yang terbaik, meski masyarakat arab pada masa itu lebih tertarik dengan perdagangan dan perniagaan.
            Dalam risalah lain, yakni kitab al-Asl, ia telah membahas masalah kerja sama usaha dan bagi hasil. Secara umum, yang tercermin dari berbagai karyanya cenderung berkaitan dengan perilaku ekonomi seorang muslim sebagi individu. Berbeda dengan Abu Yusuf  cenderung berkaitan dengan perilaku pengusaha dan kebijakan publik.
e.       Ibnu Miskawaih (w. 421 H/1030 M )
            Pandangan Ibnu Miskawaih terkait aktifitas ekonomi adalah tentang pertukaran dan peranan uang.  Ia menyatakan manusia adalah makhluk sosial dan tidak bisa hidup sendiri, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya manusia harus bekerja sama dan saling membatu sesamanya. Oleh karena itu, mereka akan saling mengambil dan memberi, dan konsekuensinya mereka menuntut kompensasi yang pantas. Ia pun menegaskan logam yang dapat dijadikan sebagai mata uang adalah logam yang dapat diterima secara universal melalui konvensi, yakni tahan lama, mudah dibawa, tidak mudah rusak, dikehendaki orang dan fakta orang senang melihatnya.
2. Fase Kedua
            Dimulai pada abad ke-11 sampai dengan abad ke-15 Masehi dikenal sebagai fase yang cemerlang karena meninggalkan warisan intelektual yang sangat kaya. Pada zaman ini para cendikiawan muslim mampu menyusun suatu konsep tentang bagaimana umat melaksanakan ekonomi berandaskan al-qur’an dan hadist.Mereka pun menghadapi realitas politik ditandai dua hal :
Pertama, Disintegrasi pusat kekuasaan Bani Abbasiyah dan terbaginya bebeapa kekuatan regional mayoritas didasarkan kekuatas (Power), ketimbang kehendak rakyat,
Kedua, Merebaknya korupsi dikalangan penguasa, diiringi dekadensi moral kalangan masyarakat mengakibatkan ketimpangan semakin besar antara si kaya dan si miskin.
Tokoh-tokoh pemikir ekonomi islam pada fase ini, antara lain diwakili oleh :
a.       Al-Ghazali (451-505 H/ 1055/1111 M)
            Fokus Al-Ghazali tertuju pada perilaku individual, dibahas secara rinci merujuk pada al-qur’an, sunnah, Ijma sahabat, dan tabi’in. Serta pandangan para sufi terdahulu, seperti junaid al-baghdadi, Dzun Nun Al-Mishr dan Harits bin Asad al-Muhasibi. Menurutnya memenuhi kebutuhan hidup sesuai dengan syariah islam merupakan kewajiban beribadah kepada Allah SWT. Ia pun memiliki wawasan yang luas mengenai evaluasi pasar dan peranan uang.
b.      Ibnu Taimiyah (728 H/1328 M)
            Ibnu Taymiyyah dalam kitabnya, al-Siyasat al-Syar’iyyah fi` Ishlah al-Ra’iy wa al-Ra’iyyah menegaskan tugas, fungsi dan peran pemerintah sebagai pelaksana amanat untuk kesejahteraan rakyat yang ia sebut ada al-amanat ila hliha. Pengelolaan negara serta sumber-sumber pendapatanya menjadi bagian dari seni oleh negara (al-siyasat l-syariyyah) pengertian al-siyasah al-dusturiyyah maupun al-siyasat al-maliyyah (politik hukum publik dan privat). Sedangkan dalam karya lainya, al-Hisbah fi al-Islam, lebih menekankan intervensi pemerintah dalam mekanisme pasar; pengawasan pasar; hinga akuntansi yang erat kaitanya dengan sistem dan prinsip zakat, pajak, dan jizyah. Dengan demikian, seperti halnya Abu ‘Ubayd, nampaknya Ibn Taymiyyah mempunyai kerangka pikir yang sejalan dalam pendapat yang menyatakan bahwa ekonomi syariah, baik sistem maupun hukumnya, merupakan bagian tak terpisahkan dari sistem pemerintahan dan ketatanegaran.
c.       Al-Maqrizi (845 H/1441 M)
            Al-Maqrizi melakukan studi kasus uang dan kenaikan harga yang terjadi secara periodik dalam keadaan kelaparan dan kekeringan. Ia mengidentifikasi tiga sebab dari peristiwa ini yaitu, korupsi dan administrasi yang buruk, beban pajak yang berat terhadap para penggarap, dan kenaikan pasokan mata uang fulus. Emas dan perak merupakan standart nilai yang telah ditentukan syariah. Dan fulus dapat diterima sebagai mata uang jika dibatasi penggunaannya untuk transaksi berskala kecil.
3. Fase Ketiga
            Dimulai pada tahun 1446 hingga 1932 masehi, merupakan fase tertutupnya pintu ijtihad, dikenal juga sebagai fase stagnasi. Perkembangan  pemikiran ekonomi Islam selama satu setengah dekade terakhir menandai fase ketiga di mana banyak berisi  upaya-upaya praktikal-operasional  bagi realisasi  perbankan tanpa bunga, baik di sektor publik maupun swasta.  Bank-bank tanpa bunga banyak didirikan, baik di negara-negara muslim maupun di negara-negara non muslim, misalnya  di Eropa dan Amerika. Dengan berbagai kelemahan dan kekurangan atas konsep bank tanpa bunga  yang digagas oleh para ekonom muslim –dan karenannya terus disempurnakan- langkah ini menunjukkan kekuatan riil dan keniscayaan dari sebuah teori keuangan tanpa bunga.
Bab 2 : Sistem Ekonomi dan Fiskal pada Masa Pemerintahan Rasulallahu Saw.
  A. Latar Belakang
            Sebelum islam datang, situasi kota Yatsrib sangat tidak menentu dikarenakan tidak memiliki pemimpin yang berdaulat penuh. Oleh karena itu beberapa kelompok penduduk kota, meminta Nabi Muhammad Saw yang terkenal dengan sifat al-amiin (terpercaya) menjadi pemimpin mereka. Nabi Muhammad saw disambut sangat hangat sebagai pemimpin kota tersebut oleh penduduknya. Dan sejak saat itulah kota Yatsrib berubah nama menjadi kota Madinah.
            Berbeda halnya dengan periode mekkah, islam menjadi kekuatan politik pada periode madinah. Dan saat itu Rasulallahu menjadi pemimpin sebuah komunitas kecil yang jumlahnya terus meningkat dari waktu ke waktu, hingga menjadi pemimpn bangsa Madinah. Dengan demikian nabi Muhammad saw menjadi kepala Negara disamping pemimpin agama. Dengan kata lain Rasulallahu memiliki dua kekuasaan sekaligus yaitu, kekuasaan spiritual dan kekuasaan duniawi.
            Setelah menjadi kepala Negara Rasulallahu saw langsung melakukan perubahan yang drastis dalam menata kehidupan di Madinah yaitu membangun kehidupan sosial, baik di lingkungan keluarga, masyarakat, institusi, maupun pemerintahan yang bersih dari berbagai tradisi, ritual dan norma yang bertentangan dengan prinsip islam. Seluruh aspek masyarakat disusun berdasarkan nilai-nilai qur’ani seperti persaudaraan, persamaan, kebebasan dan keadilan. Strategi yang dilakukan rasulallahu saw adalah dengan melakukan langkah-langkah berikut :
1.      Membangun Mesjid
            Mesjid ini menggunakan struktur yang sangat sederhana, menggunakan bebatuan dan batu bata sebagai dindinganya, daun-daun palem sebagai atapnya, serta batang-batang pohon kurma sebagai tiangnya. Yang kemudian diberi nama Mesjid Nabawi berfungsi sebagai Islamic Center.
2.      Merehabilitasi Kaum Muhajirin
            Memperbaiki tingkat kehidupan sosial dan ekonomi kaum muhajirin (Penduduk Mekah yang berhijrah ke Madinah)
3.      Membuat Konstitusi Negara
            Konstitusi Negara yang menyatakan tentang kedaulatan Madinah sebagai sebuah negara. Pemerintah menegaskan tentang hak, kewajiban dan tanggung jawab setiap warga negara baik muslim maupun non-muslim, serta sistem keamanan dan pertahanan Negara.
4.      Meletakkan Dasar-dasar Sistem Keuangan Negara
            Dasar-dasar sistem keuangan Negara sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an. Dan menggunakan paradigma baru yang sesuai dengan nilai-nilai al-qur’an, yakni persaudaraan, persamaan, kebebasan, dan keadilan.
B. Sistem Ekonomi
            Seperti di Madinah merupakan negara yang baru terbentuk dengan kemampuan daya mobilitas yang sangat rendah dari sisi ekonomi.Oleh karena itu,peletakan dasar-dasar sistem keuangan negara yang di lakukan oleh Rasulallah Saw.merupakan langkah yang sangat signifikan,sekaligus berlian dan spektakuler pada masa itu,sehingga Islam sebagai ssebuah agama dan negara dapat brkembang dengan pesat dalam jangka waktu yang relatif singkat.
Sistem ekonomi yag di terapkan oleh Rasulallah Saw.berakar dari prinsip-prinsip Qur’ani.Alqur’an yang merupakan sumber utama ajaran Islam telah menetapkan berbagai aturan sebagai hidayah (petunjuk) bagi umat manusia dalam aktivitas di setiap aspek kehidupannya,termasuk di bidang ekonomi.
            Prinsip Islam yang paling mendasar adalah kekuasan tertinggi hanya milik Allah semata dan manusia diciptakan sebagai khalifah-Nya di muka bumi. Dalam pandangan Islam,kehidupan manusia tidak bisa di pisahkan menjdai kehidupan ruhiyah dan jasmaniyah,melainkan sebagai satu kesatuan yang utuh yang tidak terpisahkan,bahkan setelah kehidupan dunia ini,Dengan kata lain,Islam tidak mengenal kehidupan yang hanya memikirkan materi duniawi tanpa memikirkan kehidupan akhirat.
C. Keuangan dan Pajak
            Sebelum Nabi Muhamad s.a.w diangkat  sebagai  rasul dalam  masyarakat  jahilyah  sudah  terdapat  lembaga  politik  semacam  dewan  perwakilan  rakyat  untuk  ukuran  masa  itu yang  disebut  Darun Nadriah. Di dalamnya para  tokoh  Mekkah  berkumpul dan  bermusyawarah  untuk  menentukan  suatu  keputusan etika  dilantik  sebagai  rasul mengadakan semacam  lembaga  tandingan  untuk  itu yaitu  darul  arqam
            Perkembangan  lembaga  ini  terkendala  karena  banyaknya  tantangan  dan  rintangan sampai  akhirnya  Rasulullah  memutuskan  untuk  hijrah  ke Madinah. Ketika  beliau  hijrah  ke  Madinah maka  yang  pertama  kali  didirikan Rasulullah adalah Masjid (Masjid Quba). Yang bukan saja  merupakan tempat beribadah tetapi juga sentral kegiatan kaum  muslimin. Kemudian beliau masuk ke Madinah dan membentuk “lembaga”persatuan di antara  para  sahabatnya yaitu  persaudaraan  antara  kaum  Muhajirin  dan  kaum  Anshar. Hal ini  di  ikuti  dengan  pembangunan  mesjid  lain  yang  lebih  besar (Mesjid  nabawi) yang  kemudian  yang  menjadi  sentral  pemerintah.
            Untuk  selanjutnya pendirian (lembaga)  dilanjutkan  dengan penertiban  pasar. Rasulullah  diriwayatkan  menolak  membentuk  pasar yang  baru  yang khusus  untuk  kaum  muslimin. Karena  pasar  merupakan  sesuatu  yang alamiah  dan  harus  berjalan  dengan  sunatullah. Demikian  halnya  dalam  penentuan harga dan  mata  uang  tidak  ada  satupun  bukti  sejarah  yang  menunjukan  bahwa  nabi  Muhamad membuat mata uang  sendiri.
Pada  tahun-tahun awal  sejak  dideklarasikan sebagai sebuah negara, Madinah hampir tidak memiliki sumber pemasukan ataupun pengeluaran  negara. Seluruh  tugas  negara  dilaksanakan kaum musimin  secara bergotong royong dan  sukarela. Mereka  memenuhi  kebutuhan  hidup  diri  dan  keluarganya sendiri. Mereka  memperoleh  pendapatan  dari bebagai  sumber  yang  tidak  terikat.
            Tidak hanya masa  sekarang  saja  adanya  sumber  anggaran  negara  semisal pajak, zakat, kharaj  dsb  tetapi  di Madinah juga pada  masa  rasulullah sudah  ada  yang  namanya    sumber  anggaran  pendapatan  negara  semisal  pajak, zaka, kharaj  dsb.
Pajak (dharibah) itu sebenarnya  merupakan  harta  yang di  fardhukan  oleh Alloh kepada  kaum  muslimin  dalam  rangka  memenuhi  kebutuhan mereka. Dimana Alloh telah menjadikan seorang  imam  sebagai  pemimpin  bagi  mereka  yang  bisa mengambil  harta  dan  menafkahkannya  sesuai  dengan  objek-obyek  tertentu.
Dalam  mewajibkan  pajak  tidak  mengenal  bertambahnya  kekayaan  dan  larangan  tidak  boleh  kaya  dan  untuk  mengumpulkan  pajak  tidak  akan  memperhatikan ekonomi  apapun. Namun  pajak  tersebut  dipungut  semata  berdasarkan  standar  cukup. Tidak hanya  harta  yang  ada  di  baitul  mal, untuk  memenuhi  seluruh  keperluan  yang  dibutuhkan  sehingga  pajak  tersebut  di  pungut  berdasarkan  kadar  kebutuhan  belanja  negara.
Karakteristik  pekerjaan  masih  sangat sederhana dan tidak memerlukan perhatian  penuh. Rasulullah   sendiri  adalah  seorang  kepala  negara  yang  merangkap  sebagai  ketua  mahkamah  agung, mufti  besar, panglima  perang  tertinggi, serta  penanggungjawab  seluruh  administrasi  negara. Ia  tidak  memperoleh  gaji  dari  negara atau  masyarakat, kecuali  hadiah-hadiah  kecil  yang pada  umumnya  berupa  bahan  makanan.
Majelis  syura  terdiri  dari  para  sahabat  terkemuka  yang  sebagian  dari  mereka  bertanggung  jawab  mencatat  wahyu. Pada  tahun  keenam  hijriah, sebuah  sekretariat  sederhana  telah  dibangun  dan  ditindak  lanjuti  dengan  pengiriman  duta-duta negara  ke  berbagai  pemerintahan dan  kerajaan.
            Demikianlah  adanya  sumber  pendapatan  negara  semisal sistem keuangan dan pajak  yang  ada  pada  masa  rasulullah    yang  dapat  menjadikan  kaum  muslimin  bisa  hidup  sejahtera. Tanpa  adanya  permsuhan  dan  kesenjangan  sosial  subhanalloh  begitu  menakjubkan  sekali  ditengah  kesederhanaannya  tetapi  bisa  menjadikan  seluruh  kaum  muslimin  bisa  menjalankan  aktivitas  perekonomian  dengan  tidak  mengesampingkan  rasa  ukhuwah mereka.    
1.      Sumber-sumber Pendapatan Negara    
a.       Uang tebusan untuk para tawanan perang ( hanya khusus pada perang Badar, pada perang lain tidak disebutkan jumlah uang tebusan tawanan perang ).
b.       Pinjaman-pinjaman ( setelah penaklukan kota Mekkah ) untuk pembayaran uang pembebasan kaum muslimin dari Judhayma/ sebelum pertemuan Hawazin 30.000 dirham ( 20.000 dirham menurut Bukhari ) dari Abdullah bin Rabia dan pinjaman beberapa pakaian dan hewan-hewan tunggangan dari Sufyan bin Umaiyah ( sampai waktu itu tidak ada perubahan ).
c.       Khums atas rikaz harta karun temuan pada periode sebelum islam.
d.      Amwal fadillah yaitu harta yang berasal dari harta benda kaum muslimin yang meninggal tanpa ahli waris, atau berasal dari barang-barang seorang muslim yang meninggalkan negrinya.
e.        Wakaf yaitu harta benda yang didedikasikan oleh seorang muslim untuk kepentingan agama Allah dan pendapatnya akan disimpan di Baitul mal.
f.       Nawaib yaitu pajak khusus yang dibebankan kepada kaum muslimin yang kaya raya dalam rangka menutupi pengeluaaraan negera selama masa darurat.
g.       Zakat fitrah.
h.      Bentuk lain sedekah seperti hewan qurban dan kifarat. Kifarat adalah denda atas kesalahan yang dilakukan oleh seorang muslim pada saat melakukan kegiatan ibadah.
i.        Ushr
j.        Jizyah yaitu pajak yang dibebankan kepada orang-orang non muslim.
k.      Kharaj yaitu pajak tanah yang dipungut dari kaum non muslim ketika wilayah khaibar ditakhlukkan.
l.        Ghanimah.
m.     Fa’i

2.      Sumber-sumber Pengeluaran Negara
a.        Biaya pertahanan seperti persenjataan, unta, dan persediaan.
b.      Penyaluran zakat dan ushr kepada yang berhak menerimanya menurut ketentuan Al-Qur’an, termasuk para pemungut zakat.
c.       Pembayarnan gaji untuk wali, qadi, guru, imam, muadzin, dan pejabat negara lainnya.
d.      Pembayaran upah para sukarelawan.
e.        Pembayaran utang negara.
f.       Bantuan untuk musafir.
g.      Bantuan untuk orang yang belajar agama di Madinah.
h.      Hiburan untuk para delegasi keagamaan.
i.        Hiburan untuk para utusan suku dan negera serta perjalanan mereka.
j.        Hadiah untuk pemerintah negara lain.
k.      Pembayaran untuk pembebasan kaum muslim yang menjadi budak.
l.        Pembayaran denda atas mereka yang terbunuh secara tidak sengaja oleh para pasukan kaum muslimin.
m.    Pembayaran utang orang yang meninggal dalam keadaan miskin.
n.      Pembayaran tunjangan untuk orang miskin.
o.      Tunjangan  untuk sanak saudara Rasulullah.
p.      Pengeluaran rumah tangga Rasulullaah Saw. ( hanya sejumlah kecil, 80 butir kurma dan 80 butir gandum untuk setiap istrinya ).
q.      Persediaan darurat.   

D. Baitul Mal
            Baitul  mal  adalah  lembaga  khusus  yang  mengenai  harta  yang  di  terima  negara  dan  mengalokasikan  bagi  kaum  muslim  yang berhak  menerimanya.
Rosulullah  mulai  melirik  permasalahan  ekonomi  dan  keuangan  negara  setelah beliau  menyelesaikan  masalah  politik  dan  urusan  konstitusional  di madinah  pada  masa  awal hijriah.Pertama kalinya berdirinya  baitul  mal  sebagai sebuah  lembaga  adalah setelah  turunnya  firman Allah SWT di  Badr  seusai  perang  dan saat itu sahabat berselisih  tentang  ghonimah:
”Mereka ( para  sahabat)  akan  bertaanya  kepadamu  (Muhammad)  tentang anfal,  katakanlah  bahwa anfal  itu  milik  Allah SWT dan Rasul,  maka  bertaqwalah  kepada Allah SWT  dan perbaikilah  hubungan  diantara  sesamamu dan  taatlah  kepada  Allah SWT  dan Rasul-Nya  jika  kalian  benar-benar  beriman”.  (QS. Al-Anfal: 1)
            Pada    masa  Rosulullah  Saw  Baitul mal  terletak  di masjid  Nabawi  yang  ketika  itu  digunakakan  sebagai kantor  pusat  negara  serta   tempat tinggal  Rosulullah. Binatang-binatang  yang merupakan  harta perbendaharaan  negara  tidak  disimpan di baitul mal  akan  tetapi  binatang- binatang tersebut  ditempatkan  di padang  terbuka.
            Pada  zaman  Nabi  baitul  mal  belum  merupakan  suatu  tempat  yang khusus,  hal ini  disebabkan  harta  yang  masuk  pada  saat  itu  belum  begitu  banyak  dan  selalu  habis  dibagikan  kepada  kaum  muslim,  serta  dibelanjankan  untuk  pemeliharaan  urusan  negara.  Baitul  mal  belum  memiliki  bagian- bagian  tertentu  dan  ruang  untuk  penyimpanan  arsip serta  ruang  bagi  penulis.
Adapun  penulis  yang  telah  diangkat  nabi  untuk  mencatat  harta antara  lain;
1.    Maiqip  Bin  Abi  Fatimah  Ad-Duasyi  sebagai  penulis  harta  ghonimah.
2.    Az-Zubair  Bin  Al- Awwam  sebagai  penulis  harta  zakat.
3.    Hudzaifah  Bin  Al- Yaman  sebagai  penulis  harga  pertanian   di daerah  Hijas.
4.    Abdullah   Bin  Rowwahah  sebagai  penulis  harga  hasil  pertanian  daerah  khaibar.
5.    Al-Mughoirah  su’bah  sebagai  penulis  hutang-  piutang  dan  iktivitaas  muamalah  yang  dilakukan  oleh   negara.
6.    Abdullah  Bin  Arqom  sebagai  penulis  urusan  masyarakat  kabila- kabilah  termasuk  kondisi  pengairannya.
            Namun  semua  pendapatan  dan  pengeluaran  negara  pada  masa  Rasulullah  tersebut belum ada  pencatatan  yang  maksimal.  Keaadaan  ini  karena  berbagai  alasan:
1.    Jumlah  orang  Islam  yang  bisa  membaca  dan  menulis  sedikit.
2.    Sebagian  besarr  bukti  pembayaran  dibuat  dalam  bentuk  yang  sederhana.
3.    Sebagian  besar  zakat  hanya  didistribusikan  secara  lokal.
4.    Bukti  penerimaan  dari  berbagai   daerah  yang  berbeda  tidak  umum  digunakan.
5.    Pada  banyak  kasus,  ghonimah  digunakan  dan didistribusikan  setelah  peperangan  tertentu.
Bab 3 : Sistem Ekonomi dan Fiskal Pemerintahan Al-Khulafa Ar-Rasyidun
  A. Sistem Ekonomi dan Fiskal Pemerintahan Khalifah Abu Bakar Al-Shiddiq
            Sejak menjadi khalifah, kebutuhan keluarga Abu Bakar diurus dengan harta baitul maal, dua setenagh dirham tiap hari ditambah daging domba dan pakaian biasa. Karena kurang mencukupi kemudian dinaikkan menjadi 2000 atau 2500 dirham, pada riwayat lain 6000 dirham per tahun. Namun demikian beberapa saat menjelang ajalnya, negara kesulitan dalam mengumpulkan pendapatan kemudian beliau memerintahkan untuk memberikan tunjangan sebesar 8000 dirham dan menjual sebagian besar tanah yang dimilikinya untuk negara.
            Beliau sangat akurat dalam penghitungan dan pengumpulan zakat kemudian ditampung di baitul maal dan didistribusikan dalam jangka waktu yang tidak lama sampai habis tidak tersisa. Pembagiannya sama rata antara sahabat yang masuk Islam terlebih dahulu maupun yang belakangan, pria maupun wanita. Beliau juga membagikan sebagian tanah taklukan, dan sebagian yang lain tetap menjadi milik negara. Dan juga mengambil alih tanah orang-orang yang murtad untuk kepentingan umat Islam. Ketika beliau wafat hanya ditemukan 1 dirham dalam perbendaharaan negara karena memang harta yang sudah dikumpulkan langsung dibagikan, sehingga tidak ada penumpukan harta di baitul maal.

  B. Sistem Ekonomi dan Fiskal Pemerintahan Khalifah Umar ibn Al-Khattab
            Pemerintahan Umar bin Khattab berlangsung selama 10 tahun. Beliau banyak melakukan ekspansi. Administrasi diatur menjadi 8 propinsi, beliau juga membentuk jawatan kepolisian dan jawatan tenaga kerja. Baitul maal pada masa ini tertata baik dan rapi lengkap dengan sistem administrasinya karena pendapatan negara meningkat drastis. Harta baitul maal tidak dihabiskan sekaligus, sebagian diantaranya untuk cadangan baik untuk kepentingan darurat, pembayaran gaji tentara dan kepentingan umat yang lain. Baitul maal merupakan pelaksana kebijakan fiskal negara Islam.
            Khalifah mendapat tunjangan sebesar 5000 dirham per tahun, satu stel pakaian musim panas, satu stel pakaian musim dingin, serta seekor binatang tunggangan untuk naik haji. Harta baitul maal adalah milik kaum muslimin sedang khalifah dan amil hanya pemegang amanah. Untuk mendistribusikan harta baitul maal umar juga mendirikan: departemen pelayanan militer, departemen kehakiman dan eksekutif, departemen pelayanan dan pengembangan Islam, dan departemen jaminan sosial. Umar juga mendirikan diwan islam yang bertugas memberikan tunjangan-tunjangan angkatan perang dan pensiun.
Tunnjangan yang diberikan adalah sebagai berikut:
1. Aisyah dan Abbas bin abd mutalib Masing-masing 12000 dirham
2. para istri nabi selain aisyah Masing-masing 10000 dirham
3. ali, hasan, husain dan para pejuang badar Masing-masing 5000 dirham
4. para pejuang uhud dan para migran abisinya Masing-masing 4000 dirham
5. kaum muhajirin sebelum peristiwa fahu makah Masing-masing 3000 dirham
6. putra para pejuang badar, orang yang memeluk Islam ketika fathu makah, anak-anak kaum muhajirin dan anshar, para pejuang perang qadisiyah, uballa, dan orang-orang yang menghadiri perjanjian hudaibiyah Masing-masing 2000 dirham
7. orang-orang makah yang bukan termasuk kaum muhajirin Masing-masing 800 dirham
8. warga madinah 25 dinar
9. kaum muslimin di yaman, syria, irak Masing-masing 200-300 dirham
10. anak-anak yang baru lahir yang tidak diakui Masing-masing 100 dirham

            Selain itu Umar juga membagikan harta dalam bentuk benda, dua ember makanan sebulan, dua karung gandum dan cuka untuk satu orang. Dalam memperlakukan tanah taklukan, Umar tidak membaginya kepada kaum muslimin tetapi tetap pada pemiliknya dengan syarat membayar jizyah dan kharaj. Umar juga mensubsidi masjid masjid dan madrasah-madrasah.
            Umar membagi pendapatan negara menjadi empat yaitu: zakat dan ushr didistribusikan di tingkat lokal, khums dan sedekah, didistribusikan untuk fakir miskin baik muslim maupun non muslim, kharaj, fai, jizyah, pajak perdagangan, dan sewa tanah untuk dana pensiun, daba operasional administrasi dan militer, dan pendapatan lain-lain untuk membayar para pekerja, dan dana sosial.

1.      Pendirian Lembaga Baitul Mal
            Dalam catatan sejarah, pembangunan institusi Baitul Mal dilatarbelakangi oleh kedatangan Abu Hurairah yang ketika itu menjabat sebagai Gubernur Bahrain dengan membawa harta hasil pengumpulan pajak al-kharaj sebesat 500.000 dirham. Hal ini terjadi pada tahun 16 H. oleh karena jumlah tersebut sangat besar, Khalifah Umar mengambil inisiatif memanggil dan mengajak bermusyawarah para sahabat terkemuka tentang penggunaan dana Baitul Mal tersebut.
            Setelah melalui diskusi yang cukup panjang, Khalifah Umar memutuskan untuk tidak mendistribusikan harta Baitul Mal, tetapi disimpan sebagai cadangan, baik untuk keperluan darurat, pembayaran gaji para tentara maupun berbagai kebutuhan umat lainnya.
            Khalifah Umar ibn Al-Khattab juga membuat ketentuan bahwa pihak eksekutif tidak boleh turut campur dalam mengelola harta Baitul Mal. Di tingkat provinsi, pejabat yang bertanggung jawab terhadap harta umat tidak bergantung kepada gubernur dan mereka mempunyai otoritas penuh dalam melaksanakan tugasnya serta bertanggung jawab langsung kepada pemerintah pusat.
Untuk mendistribusikan harta Baitul Mal, Khalifah Umar ibn Al-Khattab mendirikan beberapa departemen yang dianggap perlu, seperti :
a) Departemen Pelayanan Militer. Departemen ini berfungsi untuk mendistribusikan dana bantuan kepada orang-orang yang terlibat dalam peperangan.
b) Departemen Kehakiman dan Eksekutif. Bertanggung jawab atas pembayaran gaji para hakim dan pejabat eksekutif.
c) Departemen Pendidikan dan Pengembangan Islam. Departemen ini mendistribusikan bantuan dana bagi penyebar dan pengembang ajaran Islam beserta keluarganya, seperti guru dan juru dakwah.
d) Departemen Jaminan Sosial. Berfungsi untuk mendistribusikan dana bantuan kepada seluruh fakir miskin dan orang-orang yang menderita.

2.      Kepemilikan Tanah
            Selama pemerintahan Khalifah Umar, wilayah kekuasaan Islam semakin luas seiring dengan banyaknya daerah-daerah yang berhasil ditaklukkan, baik melalui peperangan maupun secara damai. Hal ini menimbulkan berbagai permasalahan baru. Pertanyaan yang paling mendasar dan utama adalah kebijakan apa yang akan diterapkan negara terhadap kepemilikan tanah-tanah yang berhasil ditaklukkan tersebut.
            Para tentara dan beberapa sahabat terkemuka menuntut agar tanah hasil taklukan tersebut dibagikan kepada mereka yang terlibat dalam peperangan sementara sebagian kaum Muslimin yang lain menolak pendapat tersebut. Muadz bin Jabal, salah seorang di antara mereka yang menolak, mengatakan, Apabila engkau membagikan tanah tersebut, hasilnya tidak akan raenggembirakan. Bagian yang bagus akan menjadi milik mereka yang tidak lama lagi akan meninggal dunia dan keseluruhan akan menjadi milik seseorang saja.
            Mayoritas sumber pemasukan pajak al-kharaj berasal dari daerah-daerah bekas kerajaan Romawi dan Sasanid (Persia) dan hal ini membutuhkan suatu sistem administrasi yang terperinci untuk penaksiran, pengumpulan, dan pendistribusian pendapatan yang diperoleh dari pajak tanah-tanah tersebut.
a) Wilayah Irak yang ditaklukkan dengan kekuatan menjadi milik
Muslim dan kepemilikan ini tidak dapat diganggu gugat sedang-
kan bagian wilayah yang berada di bawah perjanjian damai tetap
dimiliki oleh pemilik sebelumnya dan kepemilikan tersebut dapat
dialihkan.
b) Kharaj dibebankan kepada semua tanah yang berada di bawah
kategori pertama, meskipun pemilik tanah tersebut memeluk
agama Islam. Dengan demikian, tanah seperti itu tidak dapat
dikonversi menjadi tanah ushr.
c) Bekas pemilik tanah diberi hak kepemilikan selama mereka membayar kharaj dan jizyah.
d) Tanah yang tidak ditempati atau ditanami (tanah mati) atau
tanah yang diklaim kembali (seperti Bashra) bila diolah oleh
kaum Muslimin diperlakukan sebagai tanah ushr.
e) Di Sawad, kharaj dibebankan sebesar satu dirham dan satu rafiz
(satu ukuran lokal) gandum dan barley (sejenis gandum) dengan
asumsi tanah tersebut dapat dilalui air. Harga yang lebih tinggi
dikenakan kepada ratbah (rempah atau cengkeh) dan perkebunan.
f) Di Mesir, berdasarkan perjanjian Amar, setiap pemilik tanah
dibebankan pajak sebesar dua dinar, di samping tiga irdabb gan
dum, dua qist untuk setiap minyak, cuka, madu, dan rancangan
ini telah disetujui khalifah.
g) Perjanjian Damaskus (Syria) berisi pembayaran tunai, pembagian
tanah dengan kaum Muslimin, beban pajak untuk setiap orang
sebesar satu dinar dan satu beban jarib (unit berat) yang diproduksi
per jarib (ukuran) tanah.

3.      Zakat
            Pada masa Rasulullah Saw., jumlah kuda di Arab masih sangat sedikit, terutama kuda yang dimiliki oleh kaum Muslimin karena digunakan untuk kebutuhan pribadi dan jihad. di Hudaybiyah mereka mempunyai sekitar dua ratus kuda. Karena zakat dibebankan terhadap barang-barang yang memiliki produktivitas, seorang budak atau seekor kuda yang dimiliki kaum Muslimin ketika itu tidak dikenakan zakat.
            Pada masa Umar, Gubernur Thaif melaporkan bahwa pemilik sarang lebah tidak membayar ushr, tetapi menginginkan sarang-sarang lebah tersebut dilindungi secara resmi. Umar mengatakan bahwa bila mereka mau membayar ushr sarang lebah mereka akan dilindungi. Namun, jika menolak, mereka tidak akan memperoleh perlindungan.Zakat yang ditetapkan adalah seperduapuluh untuk madu yang pertama dan sepersepuluh untuk madu jenis kedua.

4.      Ushr
            Sebelum Islam datang, setiap suku atau kelompok yang tinggal di pedesaan biasa membayar pajak (ushr) jual-beli (maqs). Besarnya adalah sepuluh persen dari nilai barang atau satu dirham untuk setiap transaksi. Namun, setelah Islam hadir dan menjadi sebuah negara yang berdaulat di Semenanjung Arab, nabi mengambil inisiatif untuk mendorong usaha perdagangan dengan menghapus bea masuk antar provinsi yang masuk dalam wilayah kekuasaan dan masuk dalam perjanjian yang ditandatangani olehnya bersama dengan suku-suku yang tunduk kepada kekuasaannya.
            Secara jelas dikatakan bahwa pembebanan sepersepuluh hasil pertanian kepada pedagang Manbij (Hierapolis). Menurut Saib bin Yazid, pengumpul ushr di pasar-pasar Madinah, orang-orang Nabaeteari yang berdagang di Madmah juga dikenakan pajak pada tingkat yang umum, tetapi setelah beberapa waktu Umar menurunkan persentasenya menjadi 5% untuk minyak dan gandum, untuk mendorong import barang-barang tersebut di kota.

5.      Sedekah dari Non-Muslim
            Tidak ada ahli kitab yang membayar sedekah atas ternaknya kecuali orang Kristen; Bani Taghlib yang keseluruhan kekayaannya terdiri dari hewan ternak. Mereka membayar dua kali lipat dari yang dibayar kaum Muslimin. Bani Taghlib merupakan suku Arab Kristen yang gigih dalam peperangan. Umar mengenakan jizyah kepada mereka, tetapi mereka terlalu gengsi sehingga menolak membayar jizyah dan malah membayar sedekah.
            Nu'man ibn Zuhra memberikan alasan untuk kasus mereka dengan mengatakan bahwa pada dasarnya tidak bijaksana memperlakukan mereka seperti musuh dan seharusnya keberanian mereka menjadi aset negara. Umar pun memanggil mereka dan menggandakan sedekah yang harus mereka bayar dengan syarat mereka setuju untuk tidak membaptis seorang anak atau memaksanya untuk menerima kepercayaan mereka. Mereka setuju dan menerima untuk membayar sedekah ganda.

6.      Mata Uang
            Pada masa nabi dan sepanjang masa pemerintahan al-Khulafa ar-Rasyidun, koin mata uang asing dengan berbagai bobot telah dikenal di Jazirah Arab, seperti dinar, sebuah koin emas, dan dirham sebuah koin perak. Bobot dinar adalah sama dengan satu mitstyal atau sama dengan dua puluh qirat atau seratus grains of barky. Oleh karena ltu, rasio antara satu dirham dan satu mitsqal adalah tujuh per sepuluh.

7.      Klasifikasi dan Alokasi Pendapatan Negara
            Seperti yang telah disinggung di muka, kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pendapatan negara adalah mendistribusikan seluruh pendapatan yang diterima. Pada masa pemerintahannya, Khalifah Umar ibn Al-Khattab mengklasifikasi pendapatan negara menjadi empat bagian, yaitu :
a.Pendapatan zakat dan ushr. Pendapatan ini didistribusikan di frngkat lokal dan jika terdapat surplus, sisa pendapatan tersebut disimpan di Baitul Mai pusat dan dibagikan kepada delapan
ashnaf, seperti yang telah ditentukan dalam Al-Quran.
b.Pendapatan khums dan sedekah. Pendapatan ini didistribusikan
kepada para fakir miskin atau untuk membiayai kesejahteraan
mereka tanpa membedakan apakah ia seorang Muslim atau
bukan. Dalam sebuah riwayat, di perjalanan menuju Damaskus,
Khalifah Umar bertemu dengan seorang Nasrani yang menderita
penyakit kaki gajah. Melihat hal tersebut, Khalifah Umar segera
memerintahkan pegawainya agar memberikan dana kepada
orang tersebut yang diambilkan dari hasil pendapatan sedekah
dan makanan yang diambilkan dari persediaan untuk para petugas.
c. Pendapatan kharaj, fai,jizyah, 'ushr (pajak perdagangan), dan sewa
tanah. Pendapatan ini digunakan untuk membayar dana pensiun
dan dana bantuan serta untuk menutupi biaya operasional
administrasi, kebutuhan militer, dan sebagainya.
d. Pendapatan lain-lain. Pendapatan ini digunakan untuk membayar
para pekerja, pemeliharaan anak-anak terlantar, dan dana sosial lainnya.



8.      Pengeluaran
            Di antara alokasi pengeluaran dari harta Baitul Mal tersebut, dana pensiun merupakan pengeluaran negara yang paling penting. Prioritas berikutnya adalah dana pertahanan negara dan dana pembangunan.Seperti yang telah dijelaskan, Khalifah Umar menempatkan dana pensiun di tempat pertama dalam bentuk rangsum bulanan (arzaq) pada tahun 18 H, dan selanjutnya pada tahun 20 H dalam bentuk rangsum tahunan (atya). Dana pensiun ditetapkan untuk mereka yang akan dan pernah bergabung dalam kemiliteran. Dengan kata lain, dana pensiun ini sama halnya dengan gaji reguler angkatan bersenjata dan pasukan cadangan serta penghargaan bagi orang-orang yang telah berjasa.
            Dana ini juga meliputi upah yang dibayarkan kepada para pegawai sipil. Sejumlah penerima dana pensiun juga ditugaskan untuk melaksanakan kewajiban sipil, tetapi mereka dibayar bukan untuk itu.Seperti halnya yang dilakukan oleh Rasulullah Saw., Khalifah Umar menetapkan bahwa negara bertanggung jawab membayarkan atau melunasi utang orang-orang yang menderita pailit atau jatuh miskin, membayar tebusan para tahanan Muslim, membayar diyat orang-orang tertentu, serta membayar biaya perjalanan para delegasi dan tukar menukar hadiah dengan negara lain. Dalam perkembangan berikutnya, setelah kondisi Baitul Mal dianggap cukup kuat, ia menambahkan beberapa pengeluaran lain dan memasukkannya ke dalam daftar kewajiban negara, seperti memberi pinjaman untuk perdagangan dan konsumsi.
C. Sistem Ekonomi dan Fiskal Pemerintahan Khalifah Utsman ibn Affan
          Sistem ekonomi dan fiskal pada masa pemerintahan khalifah usman bin Affan
Pada masa pemerintahannya yang berlangsung 12 tahun, khalifah usman bin Affan berhasil melakukan ekspensi kewilayaan armenia, tunesia, cyprus, rhodes, dan bagian tersisa dari persia, transoxania dan tabristan. Ia juga berhasil menumpas pemberontakan didaerah khurusan dan iskandariah.
          Pada enam tahun masa pemerintahannya, khalifah usman bin affan melakukan penataan baru dengan mengikuti kebijakn umar Bin Khattab, dalam rangka membangun sumber daya alam ia melakukan pembuatan sluran air, pembnagunan jalan jalan, pembentukan organisasi kepolisian secara permanen dan pembentukan armada laut.
          Dalam hal pengelolaan zakat khalifah usman bin affan mendelegasikan keungan menaksir harta yang dizakati kepada pemiliknya masing masing. Disamping itu, khalifah Usman bin affan berpendapat bahwa zakat dikenakan terhadap harta milik seseorang setelah dipotong seluruh hutang – hutang yang bersangkutan.Memasuki enam tahun kedua masa pemerintahan Usman Bin Affan tidak terdapat perubahan situasi perekonomian yang cukup signifikasi karena khalifah usman itu banyak menguntungkan keluarganya.
   D. Sistem Ekonomi dan Fiskal Pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib
            Setelah diangkat sebagai khalifah keempat oleh segenap kaum muslimin, Ali Bin Abi Thalib langsung mengambil tindakan seperti memberhentikan para pejabat yang korup, membuka kembali lahan perkebunan yang telah diberikan kepada orang-orang kesayangan utsman, dan mendistribusikan pendapatan pajak tahunan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan umar bin khattab.Masa pemerintahan khalifah ali bin abi thalib yang hanya berlangsung selama 6 tahun selalu diwarnai dengan ketidak stabilan kehidupan politik. Kebijakan Ekonomi Ali Bin Ali Thallib:
a) Mengedepankan prinsip pemerataan dalam pendistribusian kekayaan negara kepada masyarakat.
b) Menetapkan pajak terhadap para pemilik kebun dan mengijinkan pemungutan zakat terhadap sayuran segar
c) Pembayaran gaji pegawai dengan system mingguan
d) Melakukan kontrol pasar dan pemberantas pedagang licik, penimbunan barang , dan pasar gelap
e) Aturan konpensai bagi para pekerja jika kereka merusak barang-barang pekerjaaannya.

Bab 4 : Kebijakan Fiskal Pada Awal Pemerintahan Islam
A. Latar Belakang : Kondisi Ekonomi Geografis Kota Madinah
1.      Populasi
            Jumlah populasi Madinah baik muslim maupun non-muslim pada awal pemerintahan islam tidak dapat diketahui dengan pasti. Namun dapat diperkirakan dengan merujuk pada catatan-catatan sejarah tentang jumlah kaum muslimin yang ikut peperangan dimasa lalu.
Nama Perang
Waktu
Jumlah Pasukan
Perkiraan jumlah kaum muslimin
Badar
Uhud
Khandaq
Banu Quraidzah
Fathu Makkah
Hunayn
Tabuk
2 H
3 H
5 H
5 H
8 H
8 H
9 H
313
1.000
2.000
3.000
10.000
12.000
30.000
-
10.000
-
15.000
50.000
60.000
200.000
            Indikator terbaik dalam menentukan populasi penduduk madinah mungkin dapat diambil dari jumlah pasukan Muslim yang ikut berperang dalam perang khandaq yang terjadi pada tahun 5 Hijrah. Berdasarkan asumsi tersebut, berjumlah 15.000 orang. Peningkatan jumlah penduduk sebesar 50 persen dalam kurun waktu 2 tahun sejak perang uhud bukanlah mustahil.
2.      Pekerjaan dan Kesempatan Kerja
            Berdasarkan faktor kelembapan dan curah hujan yang memadai diatara kota-kota wilayah Hijaz, hanya Madinah dan Thaif yang memiliki tanah yang subur. Oleh karena itu mata pencaharian khusus penduduk Madinah adalah agrikultura, hortikultura, dan beternak.
            Hasil pertanian utama di Madinah adalah kurma, anggur, gandum, dan buah ara. Peternakan sapi, kambing unta, domba, dan kuda menjadi salah satu aktivitas ekonomi yang diminati di daerah tersebut. Berkat kebijakan dan tindakan Rasulallahu saw aktivitas pertanian meningkat dan jumlah industri serta kerajinan tangan berkembang di Madinah. Aktivitas ekonomi lainnya yang berlangsung pada masa pemerintahan Rasulallahu adalah industri tenun, jahitan, konstruksi bangunan, pandai besi, kerajinan kulit, dan pengeksploitasian sumber air. Disamping itu sektor perdagangan pun menjadi salah satu sumber mata pencaharian di Madinah.
3.      Pendapatan
            Akibat kejahatan kaum quraisy dan blokade ekonomi mereka terhadap kaum muslimin pendapatan kaum muslimin di Mekah sebelum hijrah ke Madinah sangat rendah. Itu dikarenakan kaum Quraisy melarang segala bentuk perdagangan dan hubungan ekonomi dengan kaum muslimin.
            Berkat langkah-langkah yang diambil Rasulallahu saw atas nama kaum muhajirin dan seluruh kaum muslimin di Madinah dan Hijaz secara bertahap kesejahteraannya mengalami perkembangan.
B. Pendirian dan Pengaturan Keuangan Publik
Keuangan publik (Baitul Mal) adalah tempat pengumpulan dana atau pusat pengumpulan kekayaan negara islam yang digunakan untuk pengeluaran tertentu. Pada awal perkembangan islam, sumber utama pendapatan negara adalah Khums, zakat, kharaj dan jizyah. Jumlah, jangka waktu  serta penggunaannya telah ditentukan oleh al-qur-an dan hadist Nabi. Pajak pertama, khums dikeluarkan pda tahun 2 Hijriyah, sedangkan kharaj ditetapkan pada tahun 7 hijriyah setelah penaklukan tanah khaibar.
      Pusat pengumpulan dan pembagian dana tersebut di mesjid yang didirikan oleh Nabi Muhammad saw sesaat setelah peristiwa hijrah, dan dibuat bukan hanya sebagai tempat beribadat namun juga dijadikan tempat silaturahmi, berdiskusi, dan dimesjid ini pula perintah-perintah resmi dikeluarkan. Pengumpulan dana pada masa hijrah dilakukan oleh para sahabat sekaligus bertugas menyebarkan islam.
      Baitul Mal didirikan oleh Nabi, dengan pengaturan yang fleksibel dan tidak terlalu birokratis. Dan pada masa pemerintahan Abu Bakar tidak ada perubahan yang dilakukan terhadap pengaturan Baitul Mal. Namun pada masa Umar akibat banyaknya ekspedisi dan meningkatnya pendapatan kaum muslimin seperti pajak tanah taklukan sehingga membuat perubahan pada sistem administrasi atas saran Homozan seorang tahanan Persia yang menerima islam dan tinggal di Madinah, ia menjelaskan sistem administrasi yang dilakukan oleh Raja Sasanian.
Sensus kaum muslimin yang dilakukan pada akhir masa pemerintahan Rasulallahu tidak sempat terselesaikan dikarenakan Nabi terlanjur wafat, dan terselesaikan pada masa Umar. Ketika pemerintahan islam dipimpin oleh Khalifah Ali, ibukota dipindah dari Madinah ke Kufah (ototmatis pusat Baitul Mal berpindah) akibat beberapa alasan politik dan sosial. Perpindahan ini menguntungkan dikarenakan letaknya secara geografis yang strategis, pada masa ini di setiap profinsi juga didirikan Baitul Mal.
1.      Kewajiban Petugas Baitul Mal
            Kewajiban petugas diuraikan dalam surat keputusan yang dikeluarkan Khalifah Ali pada saat pengangkatan Malik Al-Astar sebagai Gubernur Mesir. Khalifah Ali memberi nasihat kepada Malik Al-Astar tentang institusi yang didirikan dengan baik sehingga dirinya dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan harapan. Dalam hal ini, Khalifah Ali menentukan tugas Malik di Mesir sebagai berikut :
ü  Mengatur dan mengurus permasalahan dan kebutuhan masyarakat,
ü  Memperbarui kota tua dan membangun yang baru,
ü  Mengumpulkan Kharaj,
ü  Mempersiapkan pertahanan negara.
C. Pendapatan Baitul Mal
            Berikut diuraikan  pendapatan Baitul Mal yang terbagi atas :
1. Kharaj
      Merujuk pada pendapatan yang diperoleh dari biaya sewa atas tanah pertanian dan hutan milik umat islam. Bila tanah dan kebun yang diolah serta dimiliki non-muslim jatuh ketangan orang islam akibat kalah dalam pertempuran. Bukti sejarah menyebutkan bahwa pada masa pemerintahan Khalifah Umar, Kharaj dari tanah hasil penaklukan tergantung pada tingkat kesuburan, lokasi, serta lingkungan tanah itu berada. Karakteristik-karakteristik lahan tersebut adalah sebagai berikut :
a.       Karakteristik tanah, baik buruknya kondisi tanah, menyebabkan dapat diolah maupun tidak dapat diolah;
b.      Karakteristik hasil panen, mencakup mutu dan daya jual;
c.       Karakteristik jenis irigasi terbagi atas empat kategori :
                                           I.            Tanah yang diirigasi oleh sungai maupun mata air,
                                        II.            Tanah yang diirigasi oleh tenaga seperti ember, saluran air, dan sebagainya,
                                     III.             Tanah yang diairi oleh hujan atau tanaman yang tidak membutuhkan irigasi
                                     IV.            Tanah yang tidak membutuhkan air dan kesuburannya didapatkan secara ilmiah.
2.      Zakat
            Merupakan sumber pendapatan penting lainnya untuk keuangan negara di masa awal islam. Zakat yang dikumpulkan berbentuk uang tunai (dirham dan dinar), hasil pertanian dan ternak. Zakat ditarik dari seluruh pendapatan utama yaitu perdagangan, kerajianan, pertanian, perkebunan, dan peternakan.
            Pada saat Nabi Muhammad saw tinggal di Makkah pada awal hijrah, pendapatan umat islam nihil. Namun secara perlahan dengan langkah-langkah ekonomi dan politik yang diambil Nabi, pendapatan umat islam pun meningkat dan pada tahun 8 H, hukum mengeluarkan zakat menjadi wajib. Macam-macam zakat, diantaranya :
a.       Zakat Dinar dan Dirham
b.      Nisab (pendapatan minimum) zakat dinar dan dirham masing-masing 20 dinar dan 200 dirham. Denga n demikian, pendapatan yang kurang dari ukuran tersebut (nisab) dibebaskan dari zakat yang dikeluarkan 1/40 atau 2.5 % dari jumlah nisab. Nisab zakat perak adalah 200 dirham atau 140 mitsqal legal perak (105 mitsqal umum/biasa) dan jumlah zakatnya adalah 2,5% atau 1/40 dari jumlah tersebut.

c.       Zakat Hasil Pertanian dan karakteristiknya
Hasil pertanian yang dikenakan zakat antara lain gandum (makanan pokok), barley (jelai), kismis dan kurma. Zakat pun dikenakan pada domba, sapi dan unta namun jumlah rasionya tidak sama. Rincian perhitungan zakat terhadap hal-hal yang telah disebutkan diatas adalah sebagai berikut :
*      Jumlah hasil panen yang kurang dari lima wasaq/setara dengan 847 kg tidak dikenai zakat. Artinya petani yang panennya tidak melebihi jumlah tersebut dibebaskan zakat.
*      Zakat tidak dihitung dari penghasilan kotor.
*      Zakat hasil panen yang didapat dari lahan yang bergantung pada hujan adalah 10%
*      Masa awal hitam zakat yang dikumpulkan terbatas pada hasil panen yang disebut diatas karena hasil panen lainnya bukan makanan pokok masyarakat arab.
*      Empat macam hasil panen yang dikenai zakat tersebut merupakan makanan pokok masyarakat hijaz.

d.      Zakat Ternak
*      Zakat Domba
Jumlah zakat domba, berdasarkan jumlah domba dan presentase zakatnya. Dapat dilihat dalam tabel dibawah ini
Jumlah Minimum Domba
Besar Zakat
Preentase Zakat
Minimum
Maksimum
1-39
40-120
121-200
201-300
301-399
400-499
500-599
600-699
700-799
800-899
900-999
1000-1099
0
1
2
3
4
4
5
6
7
8
9
10
0
0,99
1
1
1
0,8
0,83
0,85
0,87
0,88
0,9
0,99
0
2,5
1,45
1,5
1,33
1
1
1
1
1
1
1






*      Zakat Sapi
Jumlah zakat sapi dihitung per sapi.
*      Zakat Unta
Pemilik peternakan unta yang memiliki kurang dari 4 unta tidak dipungut zakat.
            3. Khums (Seperlima)
        Sumber pendapatan kas negara lainnya adalah Khums seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an, sebagai berikut:
“Ketahuilah sesungguhnya apa saja yang kamu peroleh ‘ghanimtum’ maka sesungguhnya 1/5 untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil ” (QS. Al-anfal[8]: 41)
        Menurut para ulama syi’ah berbeda dengan jumhur ulama, menurut ulama Syi’ah ghanimah-secara etimologis dan merujuk kepada hadist nabi dan pendapat imam syi’ah-mencaku segala sesuatu yang memiliki nilai ekonomi.
            4. Jizyah
        Sumber pajak lain pada masa awal islam yaitu Jizyah yang dipungut dari non-muslim yang hidup dibawah pemerintahan Islam tetapi tidak mau masuk islam. Pajak berupa pengganti dari imbalan atas fasilitas ekonomi, sosial, dan layanan kesejahteraan yang mereka terima dari pemerintahan islam.
            5. Pemasukan Lain
        Sumber pemasukan lainnya adalah kafarat atau denda yang dikenakan seorang muslim ketika melakukan pelanggaran, denda dalam bentuk tunai/bentuk lain. Contohnya jika seorang muslim batal puasa 1 hari pada bulan Ramadhan, ia harus memberi makan 60 orang miskin, dalam jangka waktu tertentu untuk menghapus dosanya.
   D. Jenis Pengeluaran Baitul Mal dan Kebijakan Fiskal
                        Ada dua kebijakan yang dilakukan oleh Rasulallahu Saw. dan empat khalifah pada permulaan islam untuk pengembangan ekonomi serta peningkatan partisipasi kerja dan produksi yaitu:
Pertama, Mendorong masyarakat melakukan aktivitas ekonomi, baik kelompok sendiri maupun dengan kelompok lainnya
Kedua, Kebijakan dan tindakan aksi dengan mengeluarkan dana Baitul Mal.

1.      Penyebaran Islam
            Rasulallahu Saw memulai dakwahnya di Mekkah dengan menjelaskan ayat-ayat al-qur’an untuk mengajak penduduk makkah kepada islam. Setelah hijrah ke madinah, disamping mengajak setiap mualaf untuk mengajarkan qur’an dan mengajarkan infaq dijalan Allah SWT.
2.      Gerakan Pendidikan dan Kebudayaan
            Rasulallahu memanfaatkan setiap sumber daya untuk membuat mereka melekk huruf. Sebagai contoh, rasulallahu memerintahkan Zayd bin Tsabit yang telah diajarkan membaca dan menulis oleh seorang tawanan perang Badr, untuk mempelajari tulisan yahudi. Rasulallahu juga menyatakan kepada seluruh tawanan perang Badr, jika mengajarkan sepuluh pemuda Anshar membaca dan menulis, mereka akan dibebaskan, dengan cara itulah sahabat yang melek huruf meningkat sehingga juru tulis dan baca rasulallahu tercatat sebanyak 42. 
3.      Pengembangan Ilmu Pengetahuan
            Selama masa kepemimpinan Rasulallahu dan khalifah yang empat, para ulama, ahli kedokteran, dan orang-orang yang dapat menulis memperoleh penghargaan dan dimanfaatkan untuk menyebarkan ilmu pengetahuan. Salah satu ahli kedokteran dimasa Rasulallahu adalah Harits bin Katadah yang menyelesaikan pendidikannya di sekolah Jundany Shapur di Persia.
            Selain itu, ahli kedokteran era tersebut adalah Al-Nadr bin Al-Harits, putera harits bin Katadah, Damad binTsa’labah Al-Azdi yang juga merupakan kepercayaan Rasulallahu dan Ibnu Abi Ramtah Al-Tamimmi. Dalam sejarah terdapat beberapa nama muslimah dikenal sebagai bidan diantaranya adalah Salma, istri Abu Rafi yang membantu putera Rasulallahu, Ibrahim.
            Rasulallahu memberi perhatian sangat besar pada masalah kesehatan, seperti salah satu hadist rasulallahu yang paling terkenal adalah “Kebersihan sebagian dari iman”. Berdasarkan 40 kebiasaan Rasulallahu yang berisikan perintah dan himbauan kesehatan, Ibn Tarfan menyusun sebuah buku berjudul “The Prophet’s Precepts on the Art of Medicine” yang terbgi dalam 10 bab. Superioritas kaum muslimin di bidang medis, kimia da ilmu pasti lainnya pada masa imam Ja’far Al-Sadiq dan Ali Al-Rida juga diakui.
            Seni lain yang sangat penting pada masa Rasulallahu adalah produksi senjata, diceritakan sahabat Rasulallahu izin berangkat ke Persia dan membawa pulang empat ahli pembuat pedang, perisai, helm, tombak, panah, dan busur. Selain itu Rasulallahu juga memerintahkan setiap muslim untuk mempelajari bisnis dan profesi yang ada.  Dengan dukungan ini seni tenun, jahit, pandai besi, konstruksi, kerajinan kulit, penggalian, dan pemanfaatan air tanah ditata menurut aturan Rasulallahu yang melibatkan para seniman dan perajin.
            Pada masa pemerintahan Umar ibn al-Khattab pun terdapat ilmu manajemen yang mengatur masalah akuntansi dan fiskal baitul mal.Dan penaklukan Syria dan Mesir pada masa pemerintahan Umar mengenalkan kaum muslim pada teknologi baru yaitu arsitektur dan tata kota yang menghasilkan pembangunan kota kufah dan kisra atas perintah Umar.
            Pada masa pemerintahan Ali, sebagai  konsekuensi dari perhatiannya yang sangat besar atas pengembangan ilmu pengetahuan, Basrah dan Kufah menjadi dua pusat ilmu dan sastra. Dan langkah penting yang dilakukan Khalifah Ali pada masa pemerintahannya adalah pencetakan mata uang koin atas nama negara islam, mata uang yang digunakan adalah koin romawi dan persia yang bertuliskan “Allah itu satu Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakan. Dan tidak ada satupun yang setara dengan-Nya. Tidak ada tuhan selain Allah, tiada sekutuu bagi-Nya. Muhammad adalah utusan Allah. Dia mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar untuk dimenangkan atas agama-agama lain sekalipun orang-orang musyrik itu benci.’ Dirham itu dicetak di Basrah pada tahun 40 H. Dokumen ini menunjukan pada masa pemerintahan Khalifah Ali, kaum muslimin telah menguasai teknologi peleburan besi dan percetakan koin.
4.      Pengembangan Infrastsruktur
            Disamping mendorong akttifitas swasta, Rasulallahu Saw juga memberi perhatian khusus pada pembangunan infrastruktur, selain membagikan tanah kepada masyarakat untuk pembangunan pemukiman, Rasulallahu membangun kamar mandi disudut kota. Dan atas saran sahabat Rasulallahu juga menentukan tempat tempat yang berfungsi sebagai pasar di Madinah.
5.      Pembangunan Armada Perang dan Keamanan
            Selama 11 tahun memimpin kaum muslimin, Rasulallahu saw. terlibat dalam banyak pertempuran, ini terjadi akibat serangan yang dilancarkan musuh-musush islam dalam upaya melenyapkan islam dan Rasulallahu Saw. Peperangan yang pernah diikuti Rasulallahu sebanyak 26 atau 27 ghazwah (sebutan untuk perang yang diikuti Rasulallahu), sementara pengiriman pasukan untuk menahan serangan musuh tercatat 36 sampai 66 sariyah (Sebutan untuk perang yang tidak diikuti Rasulallahu). Menurut beberapa catatan perang ini dimulai beberapa bulan sejak hijrah ke Madinah, sementara yang lain menyebutkan dimulai pada tahun kedua Hijriyah
6.      Penyediaan Layanan Kesejahteraan Sosial
            Sebagian dana Baitul Mal yang digunakan Rasulallahu untuk mengatasi kelaparan yang menimpa orang fakir dan miskin, penerimaan ini seperti zakat, khums, kharaj, jizyah, dan ghanimah.
7.      Ruang Lingkup Aktivitas baitul Mal
            Analisis pengeluaran da Baitul mal memperlihatkan bagaimana sektor layanan publik memegang peran aktif dalam ekonom pada masa awal pemerintahan islam. Aktivitas ini meliputi perbaikan pendidikan dan moral, penyebaran agama islam, membiasakan kaum muslimin dengan pengetahuan baru, serta memasukan dan mensosialisasikan berbagai teknik baru.
   E. Instrumen  Kebijakan Fiskal
1.      Peningkatan Pendapatan Nasional dan Tingkat Partisipasi Kerja
            Tahap awal dalam rangka meningkatkan permintaan agregat (Aggregate Demand) masyarakat muslim di Madinah, Rasulallahu saw. melakukan kebijakan mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Anshar, hal ini menyebabkan distribusi pendapatan dari kaum anshar ke kaum Muhajirin yang berimplikasi pada peningkatan permintaan total di madinah.
            Selain itu, Rasulallahu Saw. menerapkan kebijakan penyediaan lapangan pekerjaan bagi kaum muhajirin sekaligus peningkatan pendapatan kaum muslimin dengan mengimplementasikan akad muzara’ah, musaqat, dan muharabah. Rasulallahu juga membagikan tanah kepada kaum muhajirin untuk pembangunan pemukiman yang berimplikasi kepada peningkatan partisipasi kerja dan aktivitas pembangunan pemukiman di Madinah. Sehingga kesejahteraan kaum Muslimin mengalami peningkatan.
2.      Kebijakan Pajak
            Penerapan kebijakan pajak yang dilakukan Rasulallahu saw. seperti kharaj, Khums, dan zakat menyebabkan terciptanya kestabilan harga dan mengurangi inflasi. Pajak Khums mendorong stabilitas pendapatan dan produksi total pada saat terjadi stagnasi dan penurunan permintaan dan penawaran agregat. Kebijakan ini juga menyebabkan penurunan harga ataupun jumlah produksi.
3.      Anggaran
            Pengaturan APBN yang dilakukan Rasulallahu Saw secara cermat, efektif, dan efisien menyebabkan jarang terjadinya defisit anggaran meskipun sering terjadi peperangan.
4.      Kebijakan Fiskal Khusus
Rasulallahu Saw menerapkan beberapa kebijakan  fiskal khusus untuk pengeluaran negara. Dengan empat cara :
*      Meminta bantuan kaum muslimin secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan pasukan muslimin
*      Meminjam peralatan dari kaum non-muslim secara Cuma-Cuma dengan jaminan pengembalian dan ganti rugi bila terjadi kerusakan.
*      Meminjam uang dari orang-orang tertentu untuk diberikan kepada para muallaf.
*      Menerapkan kebijakan insentif untuk menjaga pengeluaran dan meningkatkan partisipasi kerja dan produksi kaum muslimin.

Bab 5 : Uang dan Kebijakan Moneter pada Awal Pemerintahan Islam
A. Latar Belakang : Signifikansi Perdagangan dan Alat Pertukaran
            Dengan timbulnya pasar-pasar musiman yang ada di daerah Yaman, Hijaz, dan syam terutama di San’a (Ibukota Yaman), Yasrib dan makkah, para khalifah dagang memperoleh keuntungan dan dapat melakukan perdagangan.
B. Penawaran dan Permintaan Uang
            Bagian ini mengenai mata uang, yang dimaksud adalah dinar dan dirham yang merupakan satuan moneter di kerajaan Roma dan Persia. Pada masa pemerintahan Nabi Muhammad Saw di Madinah, kedua mata uang ini diimpor, dinar dari roma dan dirham dari persia. Besarnya volume impor dinar dan dirham dan juga barabg-barang komoditas bergantung kepada volume komoditas yang diekspor ke kedua negara tersebut dan kewilayah yang ada pada kekuasaannya. Selama pemerintahan Rasulallahu Saw uang ridak dipenuhi dari keuangan negara semata melainkan dari hasil perdagangan dengan luar negeri.
C. Percepatan Sirkulasi Uang
            Faktor lain yang memiliki pengaruh terhadap stabilitas nilai uang adalah percepatan peredaran uang. Sistem pemerintahan yang legal, terutama perangkat hukum yang tegas menentukan peraturan etika dagang dan penggunaan uang memiliki pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan pemercepatan peredaran uang. Larangan terhadap Kanz (penimbunan uang untuk spekulasi) cenderung mencegah dinar dan dirham keluar dari perputaran. Singkatnya kebijakan-kebijakan Rasulallahu memiliki peranan penting dalam meningkatkan pemercepatan peredaran uang secara signifikan.
D. Pengaruh Kebijakan Fiskal terhadap Nilai Uang
            Pada awal-awal masa pemerintahan nabi, perekonomian mengalami penyusutan permintaan efektif.Perpindahan kaum muslimin dari Makkah ke Madinah yang tidak dibekali dengan kekayaan ataupun simpanan dan juga keahlian, padahal keduanya sangat dibutuhkan di Madinah-telah menciptakan perekonomian yang rendah. Kebijakan yang diambil biasanya disertai dengan peningkatan jumlah permintaan, juga peningkatan kemampuan produksi dan ketenagakerjaan dan secara positif memengaruhi nilai. .
E. Mobilisasi dan Utilisasi Tabungan
            Salah satu tujuan khusus perekonomian pada awal perkembangan islam adalah peginvestasian tabungan yang dimiliki masyarakat. Hal ini diwujudkan dengan cara:
1.      Mengembangkan peluang investasi yang syar’i secara legal
2.      Mencegah kebocoran atau penggunaan tabungan untuk tujuan yang tidak islami
            Pengembangan peluang investasi islami secara legal dilakukan dengan mengadopsi sistem investasi konvensional yang kemudian disesuaikan sehingga pihak surplus (pemegang tabungan) dan entrepreneurs dapat bekerja sama dengan exante agreement share yang menghasilkan nilai tambah.
F. Praktik Bisnis Ilegal
            Islam membuat kebijakan yang mendorong mengalirnya tabungan kearah investasi sekaligus mencegah terjadinya penyimpangan penggunaan tabungan pada hal-hal yang tidak diinginkan dan sia-sia dengan batasan-batasan yang ada. Beberapa batasan itu antara lain:
1.      Kanz (Penimbunan Uang)
Kegiatan menimbun uang (dirham atau dinar)
2.      Riba
Adalah suatu ketika terjadi utang piutang, kreditur menginginkan pada saat pelunasan uang yang diterima lebih besar dari yang diutangkan, selain itu dalam kasus pedagang menukarkan barangnya dengan barang sama dalam jumlah yang lebih sedikit.          
3.      Kali-bi-kali
Uang dan barang yang dipertukarkan selang beberapa waktu setelah kontrak ditandatangani, dan ini tidak diperbolehkan dalam islam.
G. Instrumen Kebijakan Moneter
            Tidak ada satu pun instrumen kebijakan moneter yang digunakan saat ini diberlakukan pada masa awal periode keislaman.
H. Metode Alokasi Kredit
            Pada periode awal islam, tidak adanya pasar utang atau future markets dan harta yang disimpan tidak menghasilkan bunga. Pasar yang aktif hanyalah pasar barangkonsumsi dan investasi. Jual beli secara kredit, jual beli instrumen utang, perjanjian kerja sama dan kontrak legal lainnya adalah beberapa fasilitas yang mendukung transaksi tunai dan kredit yang diperbolehkan islam.

Bab 6 : Peranan Harta Rampasan Perang pada Awal Pemerintahan Islam
A. Latar Belakang
            Di kalangan para orientalis, menyatakan bahwa pada masa pemerintahan islam, harta rampasan perang memiliki peranan yang sangat signifikan dalam menopang kehidupan kaum muslimin, dan berbagai ekspedisi yang dilakukan kaum muslim dilandasi semangat untuk memperoleh harta rampasan perang, sehingga ajaran yang dibawa Rasulallahu Saw dapat tumbuh dan berkembang dengan pesat diseluruh Jaizirah Arab.
            Namun banyak sejarahwan muslim yang tidak mengakui kepentingan ekonomi dari ekspedisi itu, dan di lain sisi ada pula yang berpendapat bahwa gerakan militer Rasulallahu menyebabkan bertambahnya kekayaan kaum muslimin dalam skala menengah, bahkan beberapa penulis modern berpendapat hampir serupa dengan argumen yang dikemukakan penulis orientalis.
B. Berbagai Ekspedisi yang dilakukan Kaum Muslimin pada Masa Pemerintahan Rasulallahu Saw.
1.      Ekspedisi Tahun Pertama
            Ekspedisi masa ini sebanyak 74 kali atau dalam riwayat lain 90 kali atau lebih, seluruh ekspedisi baik ghazawat maupun saraya bukanlah gerakan militer tetapi hanya misi politik atau perjalanan dakwah.
2.      Ekspedisi Tahun Kedua
            Dimulai dengan peperangan dengan Bani Qainuqa, salah satu kaum Yahudi terkemuka di Madinah, setelah melewati proses pengepungan selama beberapa hari, mereka menyerah pada kaum muslimin.
3.      Ekspedisi Tahun Ketiga
            Pada tahun ketiga ini (624-625 M), terdapat tujuh ekspedisi yang dilakukan kaum muslimin, dari seluruh ekspedisi tersebut hanya tiga yang mendapat keuntungan ekonomis diantaranya perang Ghazwah kudur.
4.      Ekspedisi Tahun Keempat
            Pada tahun keempat setelah hijrah(625-626 M), melakukan tujuh ekspedisi, dua diantaranya menghasilkan harta rampasan perang. Yang pertama adalah sariyah Abu Salamah ibn abdul asad yang dikirim ke Qathan. Dan yang kedua merupakan ekspedisi terakhir pada tahuun ini adalah ghazwah melawan bangsa yahudi bani nadhir di madinah.
5.      Ekspedisi Tahun Kelima
            Pada tahun kelima Hijrah (626-627 H) sebanyak lima buah dan tiga diantaranya menghasilkan harta rampasan perang.
6.      Ekspedisi Tahun Keenam
            Pada tahun keenam hijriyah (Juni 627 – Mei 628 M) terdapat tiga ghazwah dan 18 saraya. Tidak ada ghazwah yang menghasilkan harta rampasan dan hanya tujuh saraya yang menghasilkan keuntungan materi.
7.      Ekspedisi Tahun Ketujuh
            Pada tahun ketujuh hijriyah (628-629 M), kaum muslimin melakukan  empat belas buah ekspedisi yang terdiri dari enam ghazawat dan delapan saraya. Salah satu ghazawah terjadi bersamaan dengan pelaksanaan ibadah haji di Mekah pada saat Nabi ke Mekah. Sebagian besar ekspedisi ini menghasilkan harta rampasan baik dalam bentuk harta bergerak ataupun harta tidak bergerak.
8.      Ekspedisi Tahun Kedelapan
            Pada tahun kedelapan hijriyah (629-630 M) hanya enam ekspedisi yang menghasilkan harta rampasan perang.
9.      Ekspedisi Tahun Kesembilan
            Sebagian besar ekspedisi pada tahun ke sembilan hijriyah (630-631 M) berhasil mendapatkan harta rampasan perang baik jumlah kecil maupun jumlah besar.
10.  Ekspedisi Tahun Kesepuluh
            Pada tahun ke sepuluh hijriyah (631-632 M) hanya satu ekspedisi yaitu sariyah Ali bin Abi Thaib ke Yaman yang berhasil memperoleh harta rampasan perang, berupa hewan ternak, tawanan, baju dll.

C. Total Perkiraan Perolehan Harta Rampasan Perang
            Berdasarkan fakta dan data, harta rampasan perang yang diperoleh kaum muslimin pda 10 tahun masa kepemimpinan Rasulallahu SAW. Dapat diketahui pada beberapa kasus tertentu, setengah dari kurun waktu tersebut hanya berhasil memperoleh sebagian kecil harta rampasan perang (selama melawan suku yahudi di Madinah dan suku-suku wilayah selatan). Harta rampasan perang yang jumlahnya besar. Untuk menghindari setiap kesalahan dalam melakukan estimasi, jumlah harta rampasan perang diberikan marjin hinga mencapai level yang aman.

*      Estimasi nilai penerimaan harta rampasan perang pada masa pemerintahan Rasulallahu Saw.
Tahun
No.
Ekspedisi
Estimasi Nilai Harta Rampasan Perang (Dirham)
2 H
(624 M)
1
2
3
4
Nakhlah
Badr al-Kubra
Bani Qainuqa
Al-Sawiq
20.000
160.000
250.000
2.000
3 H
(624-625 M)
5
6
7
Al-Kudr
Al-Qaradah
Uhud
20.000
100.000
616
4 H
(625-626 M)
8
9
Al-Qatan
Al-Nadir
520.400
300.000
5 H
(626-627 M)
10
11
12
13
Dumah
Al-Muraisy
Al-Khandaq
Bani Quraizhah
10.000
200.000
2.000
720.000
6 H
(627-628 M)
14
15
16
17
18
19
20
Al-Qurata
Al-Ghamr
Dzul Qassah
Al-Jamun
Al-Taraf
Fadak
Bani Fazarah
70.000
7 H
(628-629 M)
21
22
23
24
25
26
Khaibar
Fadak
Tayma
Wadi Al-Qura
Najed
Fadak
650.000
27
28
Al-Mayfa’ah
Al-Jihab
200.000
8 H
(629-630 M)
29
30
31
32
33
Al-Kadid
Al-Siy
Mu’tah
Al-Khadirah
Fath Al-Makkah
50.000
34
Hunain
3.200.000
9 H
(630-631 M)
35
36
37
Bishah
Al-Fuls
Dumah
150.000
10 H
(631-632 M)
38
Al-Yaman


TOTAL
6.157.016



D. Kesimpulan
1.      Harta Rampasan Perang sebagai Alat untuk Menafkahi Hidup
Jumlah total harta rampasan perang hanya cukup unutuk menghidupi 207 keluarga selama periode 10 tahun yang mencakup penduduk muslim dari Madinah saja tidak termasuk semenanjung Arab yang berjumlah lebih besar.
2.      Pengeluaran Selama Ekspedisi
Pengeluaran atas 20.000 unta dan 10.000 kuda berkisar sepertiga juta dirham, terlepas dari senjata, pakaian, makanan, bahan makanan,dll. Dan total tentara kaum muslimin selama 10 tahun terlibat pepranagan adalah 100.000 orang.
3.      Kerugian-kerugian Akibat Berbagai Ekspedisi
Selain biaya-biaya yang terkait langsung untuk para anggota pasukannya, kaum muslimin juga harus mengeluarkan biaya-biaya yang tidak terkait secara langsung yang dapat mengurangi tingkat perolehan harta rampasan perang, contoh biaya untuk para tawanan dan tahanan perang.
4.      Kondisi Perekonomian Kaum Muslimin
Perekonomian Islam di Jazirah Arab berlangsung selama 10 tahun sejak pertama kali dideklarasikannya pemerintahan Islam Madinah mempunyai empat aktivitas yakni, perdagangan dan perniagaan, pertanian, kerajinan, manufaktur serta pekerja kasar. Harta rampasan perang tidak memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan income (pendapatan) kaum muslimin. Dari total pendapatan masyarakat Madinah, harta rampasan perang hanya memberikan kontribusi sebesar 2%, sementara 98% lainnya merupakan kontribusi berbagai aktivitas ekonomi yang berlangsung secara normal.
5.      Nilai Rill Harta Rampasan Perang
Kontribusi harta rampasan perang tidak memainkan peranan yang besar dalam perekonomian umat islam, terutama di Madinah. Hal yang seharusnya ditanamkan dalam pikiran kita adalah bahwa harta rampasan perang hanya merupakan motivasi untuk melakukan serangan penyerangan. Dapat disimpulkan bahwa harta rampasan perang memberikan stimulus bagi perkembangan perekonomian kaum muslimin di Madinah yang bertumpu pada aktivitas pertanian dan perdagangan yang kuat dan dilandasi oleh  nilai-nilai ketekunan dan kedamaian.

Sejarah Ekonomi Islam 2
II. Overview dan Sumbangan Ilmu pada Ekonomi Islam

Bab 7 : Pemikiran Ekonomi Abu Yusuf (113-182 H/ 731-798 M)
Beberapa karya tulisnya yang terpenting adalah Al-Jawami, Ar-Radid ala Siyar al-auzai, al-atsar, ihtilaf Abi Hanifah wa ibn Abi Laila, adab al-qadhi, dan al-Kharaj. Al-Kharaj adalah buku tentang perpajakan didasarkan perintah dan pertanyaan Khalifah Harun ar-Rasyid mengenai berbagai persoalan. Dalam buku tersebut pun membahas ghanimah, fai, kharaj, ushr, jizyah,dan shadaqah yang dilengkapi dengan cara-cara mengupulkan dan mendistribusikan harta sesuai syariah islam berdasarkan dalil naqilah (Al-qur’an dan hadist) dan aqliah (Rasional)
Bab 8  : Pemikiran Ekonomi  Al-Syaibani (132-189 H/ 750-804 M)
Dalam menuliskan pokok-pokok pemikiran fiqihnya, Al-Syaibani menggunakan istihsan sebagai metode ijtihadnya. Kitab-kitabnya dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan, yaitu :
a. Zhahir al-Riwayah, yaitu kitab yan ditulis berdasarkan pelajaran yang diberikan abu hanifah seperti al-mabsut, al-jami al-khabir, al-jami alshaghir, al-siyar al-kabir, al-siyar al-shaghir, dan ziyadat. Semuanya dihimpun Abi Al-fadhl Muhammad ibn Ahmad al-Maruzi.
b. Al-Nawadir, yaitu kitab yang ditulis berdasarkan pandangannya sendiri, seperti Amali Muhammad fi al-fiqh, al-Ruqayyat, al-Makharij fi al-Hiyal, al-Radd ala ahl Madinah, Al-Ziyadh, Al-atsar, dan al-kasb. Al-kasb (Kerja) adalah kitab yang lahir sebagai respon terhadap sikap zuhud yang tumbuh dan berkembang pada abad kedua Hijriyah. Secara keseluruhan kitab ini mengemukakan kajian mikroekonomi yang berkisar teori kasb (pendapatan) dan sumber-sumbernya serta pedoman perilaku produksi dan konsumsi. Kitab ini termasuk kitab pertama di dunia islam yang membahas permasalahan ini.
Bab 9 : Pemikiran Ekonomi Abu Ubaid (150-224 H)
Salah satu karyanya adalah kitabal-amwal yang terbagi kedalam beberapa bab dan bagian yang tidak proposional isinya.Kitab ini menguraikan tentang berbagai jenis pemasukan negara yang dipercayakan kepada penguasa atas nama rakyat serta berbagai landasan hukumnya dalam al-qur’an dan sunnah. Tiga bagian awal kitab ini meliputi beberapa bab yang membahas penerimaan fai. Dan juga di bab selanjutnya berisi pembahasan mengenai pertahanan, administrasi, hukum internasional, dan hukum perang.
Bab 10 : Pemikiran Ekonomi Yahya Bin Umar (213-289 H)
Disamping aktif mengajar Yahya Bin Umar banyak menghasilkan karya tulis mencapai 40 juz. Beberapa karyanya yang terkenal adalah kitab al-muntakhabahfi ikhtishar al-mustakhrojah fi al-fiqh al-maliki dan kitab ahkam al-suq. Kitab ahkam al-suq berasal dari benua afrika bada abad ketiga Hijriyah yang merupakan kitab pertama di dunia yang khusus membahas hisbah dan berbagai hukum pasar.
Bab 11 : Pemikiran Ekonomi Al-Mawardi (364-450 H/974-1058 M)
Pada dasarnya, pemikiran ekonomi Al-Mawardi tersebar pada tiga buah karya tulisnya. Yaiutu kitab Adab ad-Dunya wa ad-Din, al-hawi dan Al-Ahkam as-Sulthaniyyah. Dalam kitab Adab ad-Dunya wa ad-Din memaparkan tentang perilaku ekonomi seorang muslim serta empat jenis mata pencaharian utama, yaitu pertanian, peternakan, perdagangan, dan industri. Dan kitab al-Hawi salah satu bagiannya penulis membahas khusus  tentang mudharabah dalam pandangan berbagai mazhab. Dalam kitab Al-Ahkam as-Sulthaniyyah, banyak menguraikan sistem pemerintahan dan administrasi negara islam, seperti hak dan kewajiban penguasa terhadap rakyatnya, berbagai negara, penerimaan dan pengeluaran negara, serta institusi hisbah.
Bab 12 : Pemikiran Ekonomi Al-Ghazali (450-505 H/1058-1111 M)
Al-Ghazali diperkirakan telah menghasilkan 300 buah karya tulis meliputi berbagai disiplin ilmu seperti logika, filsafat, moral, moral, tafsir, fiqih, ilmu-ilmu al-qur’an tasawuf, politik, administrasi, dan perilaku ekonomi.
Bab 13 : Pemikiran Ekonomi Ibn Taimiyah (661-728 H/1263-1328 M)
Pemikiran ekonomi Ibnu Taimiyah banyak diambil dari berbagai karya tulisnya, antara lain Majmu Fatawa Syaikh al-islam, as-siyasah asy-syar’iyyah fi ishlah ar-Ra’i wa ar-Ra’iyah dan al-Hisbah fi Al-islam, membahas harga yang adil, mekanisme pasar, dan regulasi harga.
Bab 14 :  Pemikiran Ekonomi Al-Syatibi (790 H/1388 M)
karya ilmiahnya diantara Syarh Jalil ala al-khulashah fi al-nahw dan ushul al-nahw dalam bidang ushul fiqih.
Bab 15 : Pemikiran Ekonomi Ibn Khaldun (732-808 H/1332-1406 M)
Karya terbesar Ibn Khaldun adlah Al-Ibar (Sejarah Dunia). Yang terdiri dari tiga buah buku yang terbagi kedalam tujuh volume, yakni Muqaddimah (satu volume), Al-Ibar (empat volume), dan Al-Ta’rif bi Ibn Khaldun (2 Volume). Secara garis besar karya ini merupakan sejarah umum tentang kehidupan bangsa arab, yahudi, Yunani, Romawi, Bizantium, Persia, Goth, dan semua bangsa yang dikenal masa itu. Beliau mencampur pertimbangan-pertimbangan filosofi, sosiologis, etis, dan ekonomis dalam tulisannya.
Bab 16 : Pemikiran Ekonomi Al-Maqrizi (766-845 H/ 1364-1442 M)
Al-Maqrizi sangat produktif menulis berbagai bidang ilmu, terutama sejarah islam. Lebih dari seratus karya tulis telah digasilkannya baik berupa buuku kecil hingga besar. Buku-buku kecil terbagi dalam beberapa kategori diantaranya pertama, membahas beberapa peristiwa sejarah umum. Kedua, berisi ringkasan sejarah beberapa penjuru dunia islam yang belum terbahas oleh sejarahwan lainnya. Ketiga, menguraikan biografi singkat para raja. Keempat, mempelajari beberapa aspek ilmu murni atau sejarah beberapa aspek sosial dan ekonomi di dunia islam pada umumnya, dan mesir pada khususnya.
Sedangkan karyanya berbentuk buku besar terbagi dalam tiga kategori. Pertama, membahas tentang sejarah dunia. Kedua, menjelaskan sejarah islam umum. Ketiga, menguraikan sejarah mesir pada masa islam.



From : Buku Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam by Adiwarman A. Karim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar