Kamis, 13 Januari 2011

Apakah Cinta Itu Dari Hati Atau Otak ?

de.fotolia.com

Sebuah penelitian baru menemukan bahwa jatuh cinta datangnya dari hati dan otak. Stephanie Ortigue dan rekan-rekannya dari Syracuse University   meninjau dan melakukan  analisis statistik pada penelitian otak terakhir untuk mendapatkan pengertian tentang cinta dan menemukan 12 area otak manusia yang bekerja secara bersamaan  pada saat  seseorang menemukan pujaan hatinya.
Ortigue mengatakan hasil  analisis tersebut secara  rinci dapat dilihat pada edisi terbaru Journal of Sexual Medicine dan selanjutnya akan ditindaklanjuti dengan sebuah penelitian yang menunjukkan  bahwa dibutuhkan sekitar seperlima detik untuk jatuh cinta. Penelitian tersebut telah disampaikan ke jurnal ilmiah dan diharapkan akan segera dirilis.
Ortigue juga mengatakan bahwa banyak orang yang kurang memahami apa itu cinta. Padahal cinta adalah salah satu konsep yang terpenting dalam hidup, Sebagai ilmuwan, Ortigue  ingin membawa rasionalitas beberapa irasional dan ingin melihat apakah cinta memang ada di otak manusia.
Tim peneliti  menemukan bahwa ketika seseorang jatuh cinta, area yang berbeda dari  kimia otak menimbulkan  euforia seperti dopamin, oxytocin (sering disebut hormon cinta), adrenalin dan vasopresin (dikenal dari studi hewan dapat menyebabkan agresi dan perilaku teritorial) .
Studi lain telah menyatakan kadar faktor pertumbuhan saraf (Nerve Growth Factor (NGF)) mengalami peningkatan. NGF adalah  sebuah protein yang memainkan peran dalam kelangsungan hidup dan pemeliharaan sel-sel otak. Level tersebut ditemukan secara signifikan lebih tinggi pada pasangan yang baru saja jatuh cinta. Ortigue mengatakan molekul ini juga memainkan peran penting dalam kimia sosial antara manusia atau fenomena cinta pada pandangan pertama. Hasil ini memberikan konfirmasi bahwa cinta memiliki dasar ilmiah.
Tidak semua cinta diciptakan sama. Analisis ini menemukan berbagai bagian otak yang aktif untuk berbagai jenis cinta. Sebagai contoh, dalam studi otak pertama tentang romantisme cinta, peneliti merekrut 17 relawan yang “benar-benar sedang  jatuh cinta” dengan pasangannya.
Ketika menatap orang lain yang secara signifikan menarik bagi  mereka, para peserta menunjukkan aktivitas otak dalam sistem  subkortikal dopaminergik terbukti aktif pada orang yang berada di bawah pengaruh euforia  seperti  terpengaruh rangsangan dalam  pemakaian kokain. Ortigue menyarankan  lebih baik memotivasi seseorang untuk mengejar  bunga cintanya daripada  menggunakan obat perangsang seperti kokain karena dampaknya sama.   Selain itu, tampaknya gairah cinta  mengaktifkan wilayah otak yang berhubungan dengan perilaku emosional, seperti gairah seksual. Temuan itu mendukung riset yang  menunjukkan adanya keterkaitan antara kepuasan seksual pasangan dan perasaan cinta.
Dalam sebuah studi tahun 2004 yang diterbitkan dalam jurnal Neuroimage, peneliti melakukan penelitian mengenai cinta seorang  ibu yang melibatkan 20 orang ibu. Aktivitas otak seorang ibu dimonitor pada saat melihat foto anak mereka sendiri,  anak orang lain yang sudah dikenalnya pada usia yang sama, sahabat terbaik, dan kenalan lain.
Dibandingkan dengan aktivitas otak gairah-cinta yang telah diukur dalam sebuah penelitian sebelumnya, para peneliti menemukan bahwa  cinta seorang  ibu bukan jenis romantis dan  muncul di daerah otak tengah bagian dalam  yang disebut periaqueductal gray matter (PAG)  (suatu daerah yang berisi reseptor untuk ikatan ibu-anak).
animals.howstuffworks.com

Dalam sebuah penelitian tahun  2009  mengenai cinta tanpa syarat, Mario Beauregard dari University of Montreal dan rekan melibatkan 17 peserta untuk melihat gambar yang menunjukkan anak-anak dan orang dewasa penyandang cacat. Kemudian, peserta melihat gambar-gambar yang sama, tapi kali ini mereka harus menghasilkan perasaan cinta tanpa syarat terhadap gambar. Hasil penelitian menunjukkan adanya kesamaan aktivitas otak secara signifikan antara  beberapa sistem kerja otak (juga terkait dengan gairah cinta dan cinta ibu-anak)  dengan wilayah PAG dalam kaitannya dengan cinta seorang  ibu. Para peneliti dalam artikel jurnal menunjukkan adanya  fakta yang kuat  bahwa cinta lebih dari sekedar emosi  tapi cinta juga melibatkan kognisi.
Studi lanjutan  Ortigue tentang kecepatan cinta dalam otak manusia, menunjukkan bahwa ketika seseorang melihat pasangan yang potensial, maka daerah otak akan segera  bekerja otomatis meninjau pengalaman masa lalu.  Kedua temuan tersebut  dapat membantu para ilmuwan memahami apa artinya jatuh cinta dan mengapa seseorang  menjadi begitu patah hati setelah putus cinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar